HOLOPIS.COM, JAKARTA – Komite Pembela Hak Konstitusi (KEPAL) mendesak kepada majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) untuk bersikap terhadap pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.

“Mahkamah Konstitusi harus melihat pengesahan Perpu Cipta Kerja terhadap putusan MK sebagai pelanggaran serius terhadap putusan MK,” kata Koordinator Tim Kuasa Hukum KEPAL, Janses E. Sihaloho dalam keterangannya yang disampaikan kepada Holopis.com, Minggu (26/3).

Janses menilai bahwa Perppu Cipta Kerja yang disahkan DPR menjadi Undang-Undang sebenarnya secara substansi masih sama dengan UU Cipta Kerja, bahkan di dalam semua konteks hukum yang ada di dalamnya. Sehingga ia menyatakan bakal menempuh jalur hukum lanjutan untuk menyikapi pengesahan tersebut.

“KEPAL akan kembali melakukan tindakan hukum secara konstitusional atas pengesahan Perppu Cipta Kerja,” ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama, penasihat Senior IHCS (Indonesian Human Rights Committee for Social Justice) sekaligus perwakilan KEPAL, Gunawan menerangkan, bahwa putusan DPR yang mengesahkan Perppu Cipta Kerja menjadi UU adalah bentuk pelanggaran serius terhadap putusan MK nomor 91/PUU-XVIII/2020 yang menyatakan, UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja batal secara hukum karena dinyatakan inkonstitusional bersyarat.

Di dalam putusan majelis hakim MK tersebut juga mempersyaratkan perbaikan UU Cipta Kerja harus dengan naskah akademik, perubahan substansi UU Cipta Kerja yang dikeluhkan masyarakat, dan pelibatan rakyat secara lebih bermakna.

Sayangnya, tanpa melakukan syarat-syarat itu dengan baik, justru Presiden Joko Widodo mengeluarkan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja dengan dalih mengisi kekosongan hukum terkait dengan klaster Ketenagakerjaan. Lalu di dalam Rapat Paripurna DPR ke-19 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2022-2023, Selasa (21/3) kemarin, Perppu tersebut disahkan DPR RI sebagai Undang-Undang. Hal inilah yang membuat pihaknya kecewa berat dengan legislator dan pemerintahan saat ini.

“DPR sebagai lembaga Negara yang diamanahkan rakyat untuk mengawasi pemerintah dan melakukan perbaikan UU Cipta Kerja yang inkonstitusional secara bersyarat agar tidak menjadi inkonstitusional secara permanen, justru melegalkan tindakan sepihak pemerintah melalui Perpu Cipta Kerja sebagai jalan pintas perbaikan UU Cipta yang tidak sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi,” tandasnya.