JAKARTA, HOLOPIS.COM – Penanganan pandemi Covid-19 telah memberikan perluasan ruang fiskal bagi pemerintah melalui Perpres Nomor 54 Tahun 2020 dan Perpres Nomor 74 Tahun 2020, berupa pelebaran defisit anggaran seiring kebutuhan beragam program stimulus fiskal.

Konsolidasi fiskal yang ditargetkan terwujud pada 2023 merupakan langkah yang diperlukan untuk menjaga keseimbangan countercyclical dan pengendalian risiko dalam pengelolaan perekonomian nasional. Sehingga DPR RI mendorong pemerintah melakukan berbagai upaya agar target konsolidasi fiskal pada 2023, dapat terealisasi di tengah ketidakpastian akibat pandemi Covid19.

“DPR akan terus mendorong melalui fungsi konstitusionalnya agar pengelolaan fiskal Pemerintah dapat dikelola secara prudent dan sustainable, serta melakukan berbagai upaya dalam mencapai konsolidasi fiskal yang optimal pada 2023,” ucap Ketua DPR RI Puan Maharani dalam pidato Rapat Paripurna Penutupan Masa Sidang Kelima Tahun Sidang 2020-2021, Kamis (15/7).

Salah satu gambaran konsolidasi fiskal yang harus dilakukan pada 2023 adalah mengembalikan defisit anggaran ke angka maksimal 3 persen Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Upaya konsolidasi fiskal mencakup langkah yang diperlukan untuk menambah penerimaan negara serta penataan ulang belanja dan pembiayaan.

Pada masa sidang kelima 2020-2021, lanjut Puan, DPR melalui Alat Kelengkapan Dewan telah selesai membahas Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) Tahun 2022.

“KEM PPKF 2022 disusun di tengah situasi ketidakpastian yang disebabkan oleh pandemi Covid-19. Oleh karena itu diperlukan berbagai antisipasi fiskal pada APBN Tahun Anggaran 2022,” tegas Puan.

DPR RI bersama dengan Pemerintah telah menyepakati perkiraan pertumbuhan ekonomi pada 2022 di kisaran 5,2-5,8 persen yang telah disepakati pula postur RAPBN 2022 sebagai berikut :

  • Pendapatan negara berada pada kisaran 10,18-10,44 persen terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB);

  • Belanja negara pada rentang 14,69-15,30 persen terhadap PDB, dan;

  • Defisit pada 2022 diharapkan berada di kisaran 4,51-4,85 persen terhadap PDB.

Puan mengatakan, target pertumbuhan ekonomi dan RAPBN 2022 itu membutuhkan prakondisi yang harus dijalankan oleh pemerintah melalui penanganan pandemi Covid-19 di bidang kesehatan yang semakin efektif. Jangkauan perlindungan sosial pun harus dipastikan tepat sasaran.

Meski demikian, tantangan perekonomian nasional belumlah reda di semester 2 tahun 2021, terutama karena lonjakan kasus Covid-19 yang masih terjadi hingga hari ini.

“Pengelolaan defisit yang masih dalam batas Undang Undang APBN 2021 perlu diantisipasi agar tambahan belanja untuk penanganan dalam perkembangan pandemi Covid-19 akhir-akhir ini tidak memperlebar defisit, sehingga prioritasnya adalah refocusing belanja pemerintah,” tegas Puan.

DPR melalui beragam alat kelengkapannya pun terus menjalankan fungsi pengawasan atas beragam persoalan yang mencuat di masyarakat. Di antara sejumlah isu itu adalah:

  • Percepatan vaksinasi;

  • Penanganan pasien Covid-19 baik di Rumah Sakit maupun di Wisma Atlet;

  • Evaluasi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat dan dampaknya bagi perekonomian;

  • Penimbunan Oksigen dan harga Obat Covid yang terlalu tinggi di beberapa wilayah;

  • Kebutuhan Rumah Sakit dan Tenaga Medis; dan

  • Persiapan Indonesia mengikuti Olimpiade Tokyo 2020.

DPR juga menyatakan dukungan terhadap kebijakan pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat sejak 3 Juli 2021 di Pulau Jawa dan Bali yang kemudian diperluas ke beberapa daerah sejak 12 Juli 2021. Namun, DPR juga meminta pemerintah untuk segera melakukan pula upaya antisipasi dan mitigasi lonjakan kasus Covid-19 di luar wilayah Jawa dan Bali

Ketua DPR RI saat Rapat Paripurna