HOLOPIS.COM, JAKARTA – Direktur Eksekutif PARA Syndicate, Ari Nurcahyo meyakini bahwa reshuffle Kabinet Indonesia Maju akan dilakukan oleh Presiden Joko Widodo, setidaknya bulan Maret ini.

“Kami memproyeksikan, membaca bahwa pada bulan Maret ini pada sesi sebelum bulan Ramadan itu akan terjadi peristiwa politik yang memang akan menentukan bagaimana konfigurasi koalisi, reshuffle dan persiapan bagaimana konfigurasi menuju Pilpres,” kata Arif dalam diskusi hybrid di Jakarta seperti dikutip Holopis.com, Rabu (1/3).

Dalam persoalan perhitungan tanggal, Rabu Pon akan menjadi salah satu momentum yang berpotensi dilakukan oleh Presiden Joko Widodo dalam melakukan kocok ulang kabinetnya.

“Bahwa biasanya Pak Jokowi itu melakukan reshuffle di Rabu Pon, itu tanggal baiknya Pak Jokowi. Ada peluang Rabu Pon di bulan Maret di tanggal 8 Maret dan bulan April di 12,” ujarnya.

Apakah reshuffle akan dilakukan di bulan Maret ini atau justru di bulan selanjutnya, Arif juga tidak bisa memastikan. Sebab, persoalan reshuffle adalah kewenangan penuh Presiden Joko Widodo sebagai Kepala Negara sekaligus Kepala Pemerintahan.

“Itu soal timing saja kapan reshuffle itu akan dilaksanakan. Tapi kami meyakini bahwa memang dalam waktu dekat ini akan dilakukan reshuffle,” tandasnya.

Lebih lanjut, Arif menyebut bahwa Presiden Jokowi akan menggunakan 2 (dua) pendekatan pertimbangan untuk melakukan reshuffle. Yakni pertimbangan politik dan pertimbangan kinerja.

Dipaparkan Arif, dalam pertimbangan politik tentu persoalan konsolidasi pemerintahan menjadi perhatian yang sangat penting.

“Dalam sisa bulan Oktober 2024, konsolidasi pemerintah diperlukan untuk memastikan semua program pak Jokowi di periode kedua ini terlaksana dengan baik,” terangnya.

Apalagi, program strategis nasional juga menjadi pertimbangan penting Kepala Negara untuk mengukur performa menteri-menterinya.

“Dan juga bagaimana menjaga momentum soal pembangunan yang sudah ditentukan Pak Jokowi termasuk beberapa program priorotas nasional termasuk IKN,” kata Arif.

Oleh sebab itu, ia memandang bahwa siapa pun menteri yang dianggap dalam segi politik kurang menguntungkan, serta memiliki kinerja yang tidak terlalu baik untuk mencapai target-target nasional yang sudah dicanangkan, maka potensi untuk digeser akan lebih besar.

“Pertimbangan politik dan pertimbangan kinerja menteri-menteri itu menjadi pertimbangan Presiden, (karena) memang menjadi kebutuhan mendesak untuk dilakukan reshuffle,” pungkasnya.