HOLOPIS.COM, JAKARTA – Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI memeriksa Menteri BUMN, Erick Thohir terkait Penawaran Saham Perdana alias Initial Public Offering (IPO) PT Pertamina Geothermal Energy (PGE).
Menurutnya, pembentukan holding anak usaha Pertamina hingga adanya IPO harus sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“BPK perlu memeriksa pejabat tersebut untuk memastikan bahwa pembentukan holding dan sub holding serta privatisasi PT PGE melalui IPO tidak melanggar undang-undang dan merugikan keuangan negara,” ujar Mulyanto sebagaimana dikutip Holopis.com dari laman resmi dpr.go.id, Senin (27/2).
Mulyanto menuturkan, proses tersebut penting untuk dilakukan, terlebih saat ini muncul banyak penolakan dari masyarakat terhadap rencana IPO PT PGE tersebut.
Untuk itu, menurutnya, rekomendasi BPK sangat penting agar tidak ada kekhawatiran terkait penyimpangan keuangan negara.
“Sehingga, IPO itu benar-benar memberikan manfaat bagi negara, bukan malah menjadi pintu masuk penguasaan swasta atau asing pada aset-aset negara,” tambah Politisi PKS tersebut.
Mulyanto menilai, pembentukan sub holding PGE dan kemudian rencana memprivatisasinya melalui IPO sangat berisiko bagi keuangan negara. Sebab, aset negara dari BUMN Pertamina dialihkan kepada swasta dan menjadi milik swasta.
“Apalagi setelah itu dijual ke publik melalui IPO,” jelasnya.
Selain itu, dia juga menyoroti beredarnya kabar bahwa kepemilikan saham untuk masyarakat dibatasi maksimal hanya 25 persen. Sementara sisanya akan dialokasikan bagi investor institusi, termasuk kepada perusahaan asing.
“Model IPO seperti itu sangat berbahaya karena dapat membuka pintu privatisasi dan melanggar prinsip-prinsip bernegara terkait pengelolaan sumber daya alam. Karena sesuai Undang-Undang Panas Bumi, sumber daya panas bumi ini dikuasai oleh negara. Pertamina sebagai badan usaha milik negara diberikan mandat untuk pengusahaannya,” jelasnya.
Sesuai dengan konstitusi, pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) harus dioptimalkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat melalui badan usaha milik negara. Bukan malah diprivatisasi dan dijual kepada pihak swasta.
“Klausul tersebut diturunkan dari konstitusi yang mengamanatkan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat,” tegasnya.