Holopis.com HOLOPIS.COM, JAKARTA – Puan Maharani berkesempatan bertemu langsung, dengan Presiden Majelis Umum PBB atau United Nations General Assembly (UNGA), Csaba Korosi, yang berlangsung ditengah kegiatan perhelatan Annual Parliamentary Hearing at the United Nations di Markas PBB, New York, Amerika Serikat, Senin (13/2).

Dalam pertemuan tersebut, perempuan yang juga menjabat sebagai Ketua DPR RI menegaskan komitmen Indonesia dalam mengatasi dampak perubahan iklim yang sesuai dengan tema UN Parliamentary Hearing yakni ‘Solutions through solidarity, sustainability and science’ dengan membahas isu air dan sanitasi.

“Saya menyambut baik UN Parliamentary Hearing kali ini yang membahas isu air dan sanitasi. Tema presidensi ini sangatlah tepat untuk mengatasi tantangan multidimensional saat ini,” kata Puan dalam keterangan yang diterima Holopis.com, Rabu (15/2).

Menurut Puan, multilarisme perlu adanya kerja sama internasional yang konkret dan dukungan. Selain itu, ia mengatakan parlemen juga dapat berperan penting untuk memberikan dukungan politik bagi kebijakan luar negeri dan kerja sama internasional.

“Sekaligus memastikan implementasi kesepakatan internasional di dalam negeri. Harapan saya, keterlibatan parlemen dan IPU (Inter-Parliamentary Union) dalam pembahasan berbagai isu global di PBB dapat terus ditingkatkan,” tuturnya.

Puan menyebut, air  merupakan isu utama yang dapat mempengaruhi pencapaian semua tujuan Sustainable Deveopment Goals (SDGs) atau pembangunan berkelanjutan.

Menurutnya, Indonesia beruntung menjadi salah satu negara dengan cadangan air terbesar, namun pemenuhan air bersih dan sanitasi aman secara merata bagi 275 juta penduduk Indonesia yang tersebar di 17.000 pulau masih menjadi tantangan besar.

“Hal ini terutama dikarenakan pendanaan yang terbatas bagi infrastruktur air dan sanitasi,” ungkap Puan.

Mantan Menko PMK ini menyinggung soal kewajiban negara menyediakan pelayanan air bersih bagi seluruh penduduk Indonesia sebagaimana yang diamanatkan oleh konstitusi. Puan mengatakan, hal tersebut untuk menjamin agar air bersih tersedia dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat.

“Untuk itu, kami memerlukan USD 40 milliar untuk perbaikan dan pembangunan infrastruktur air dan sanitasi di seluruh Indonesia. Sementara dana publik hanya mencukupi 30%. Karenanya, berbagai upaya kami lakukan,” jelas peraih 2 gelar Doktor Honoris Causa tersebut.