HOLOPIS.COM, JAKARTA – Tanggal 6 Februari diperingati sebagai Hari Anti Sunat Perempuan Internasional atau anti-Female Genital Mutilation Day. Hari ini diperingati untuk semakin menyadarkan masyarakat tentang bahaya yang bisa didapatkan dari tindakan sunat kepada perempuan.
Sunat pada perempuan ini juga dinilai sebagai pelanggaran hak anak perempuan, bahkan bisa menyebakan masalah kesehatan dan kematian.
Bagaimana awal mula terbentuknya hari yang didedikasikan untuk melindungi hak-hak anak perempuan ini?
Sejarah Hari Anti Sunat Perempuan Internasional
Dikutip dari United Nations, pada tahun 2012 Majelis Umum PBB menentukan tanggal 6 Februari sebagai Hari Anti Sunat Perempuan. Keputusan ini diambil setelah adanya kerjasama antara UNICEF dan UNFPA.
Mereka memiliki program Penghapusan Mutilasi Alat Kelamin Perempuan yang ditemukan terjadi di banyak negara.
“Sunat perempuan adalah pelanggaran hak asasi manusia dan sebuah bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak perempuan. FGM tidak ada keuntungan kesehatan, dan menyebabkan komplikasi kesehatan terhadap perempuan,” demikian pernyataan resmi dari laman Uni Eropa.
Sunat perempuan ini diperkirakan berdampak pada 200 juta orang di seluruh dunia, dan 600.000 nya ada di Eropa.
Meskipun tidak menjabarkan nama-nama negaranya, UNFPA dan UNICEF berharap bahwa program ini bisa menyadarkan masyarakat agar benar-benar meninggalkan prakek FGM.
Ulang Tahun ke-75
Dalam ulang tahun Hari Anti Sunat Perempuan Internasional, diharapkan kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak benar-benar dihapuskan.
Tak hanya itu, masyarakat juga memiliki tugas untuk melindungi perempuan dan anak-anak perempuan serta mempertahakan hak mereka dalam keamanan, dan tak lagi melakukan praktik sunat pada anak perempuan.