HOLOPIS.COM, JAKARTA – Analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun, menilai, perpanjangan masa jabatan kepala desa dari enam tahun menjadi sembilan tahun bisa merusak demokrasi. Sebab, jabatan publik yang dipilih rakyat, dalam demokrasi harus bergantian agar terhindar dari kecenderungan otoritarian dan korup.

Ubedilah mencatat ada dua argumen yang dikemukakan kepala desa dan Budiman Sudjatmiko untuk memperpanjang masa jabatan itu. Pertama, karena enam tahun tidak cukup untuk mengatasi keterbelahan masyarakat desa akibat pilkades sehingga tidak cukup untuk membangun desa. Kedua, dana untuk pilkades lebih baik untuk dana pembangunan sumber daya desa.

Argumentasi pertama, kata Ubedilah, tidak dapat dibenarkan, karena enam tahun adalah waktu yang sangat cukup untuk melaksanakan program-program desa, termasuk waktu yang sangat cukup untuk mengatasi keterbelahan sosial akibat pilkades. Juga waktu yang sangat lama untuk untuk memerintah desa dengan jumlah penduduk yang rata-rata hanya puluhan ribu.

“Jadi problemnya bukan soal kurangnya waktu, tetapi minimnya kemampuan leadership kepala desa. Itu masalah substansinya. Jadi solusinya bukan perpanjang masa jabatan,” kata Ubedilah kepada Holopis.com di Jakarta, Jumat (20/1).

Sementara argumen kedua juga lemah, karena dana pilkades sudah disiapkan APBN dan sudah dianggarkan sesuai peruntukannya. Dana itu juga tidak menguras APBN dan tidak mengganggu APBN seperti pembangunan kereta cepat dan pembangunan IKN. Sebab angka dana pilkades itu seluruh Indonesia saya hitung totalnya tidak sampai Rp50 triliun.

Oleh karena itu, menurut Ubidilah, secara argumen perpanjangan masa jabatan kepala desa itu lemah, dan lebih dari itu, secara substantif merusak demokrasi. Sebab kata Ubedilah, jabatan publik yang dipilih rakyat itu dalam demokrasi harus dipergilirkan agar terhindar dari kecenderungan otoriterian dan korup.

“Bayangkan enam tahun saja sudah ada 686 kepala desa tersangka korupsi, apalagi sembilan tahun. Selain itu menurut Pasal 39 UU 6/2014 tentang Desa disebutkan kepala desa dapat ikut pilkades selama tiga periode berturut-turut atau tidak berturut-turut. Kalau sembilan tahun berarti kepala desa bisa menjabat sampai 27 tahun. Suatu periode yang berpotensi besar menjalankan praktek korupsi,” pungkas Ubedilah.