yandex
Sabtu, 11 Januari 2025

Sejarah Blangkon, Penutup Kepala Pria Jawa yang Penuh Filosofi

HOLOPIS.COM, JAKARTA – Sebagai salah satu peninggalan budaya paling populer dan sering dikenakan, masih banyak yang belum memahami filosofi mendalam dibalik blangkon yang dikenakan dalam acara-acara penting serta adat Jawa.

Penutup atau ikat kepala laki-laki adat jawa ini biasanya polis, atau juga bermotif batik. Kain ini dilipat, dililit dan dijahit dan berbentuk mirip topi.

Makna filosofis blangkon juga tidak main-main. Masyarakat Jawa kuno meyakini bahwa kepala seorang laki-laki memiliki arti serius dan khusus, hingga penggunaan blangkon menjadi pakaian keseharian atau wajib.

Sejarah Blangkon

Dikutip Holopis.com dari Wikipedia, Sabtu (14/1) kata blangkon berasal dari kata blangko, yang merupakan serapan dari bahasa Belanda, Blanco, untuk mengatakan sesuai yang siap pakai.

Dulu, blangkon ternyata tidak berbentuk bulat dan siap pakai seperti sekarang, tetapi blangkon melalui pengikatan di kepala yang tidak mudah.

Namun untuk mempermudah pemakaian, blangkon pun diubah menjadi seperti topi.

Blangkon memiliki beberapa tipe, ada yang menggunakan tonjolan di belakang yang disebut dengan mondholan. Ini menandakan model rambut pria jaman dahulu yang panjang dan diikat ke belakang.

Ada pula blangkon Surakarta yang memiliki mondholan gepeng, lalu mondholan Yogyakarta yang bulat mirip onde-onde.

Saat ini, masyarakat Jawa tentunya masih sering mengenakan blangkon untuk menghormati budaya leluhurnya. Blangkon paling sering terlihat dalam acara pernikahan pengantin suku Jawa.

Temukan kami di Google News, dan jangan lupa klik logo bintang untuk dapatkan update berita terbaru. Silakan follow juga WhatsApp Channnel untuk dapatkan 10 berita pilihan setiap hari dari tim redaksi.

Berita Lainnya

BERITA TERBARU

Viral