HOLOPIS.COM, JAKARTA – Anggota Komisi VIII DPR Fraksi PKB, MF Nurhuda Y mengaku geram atas terjadinya pencabulan yang dilakukan oleh oknum guru rebana berinisial M (28) di Batang, Jawa Tengah (Jateng).
“Ini kejadian yang berulang, sebelumnya ada oknum Guru juga yang melakukan kejahatan seksual di Batang. Sekarang terjadi lagi, ini harus ditindak tegas,” ujar Nurhuda dalam keterangannya yang dikutip Holopis.com, Minggu (8/1).
Dia lantas mempertanyakan fungsi dari Undang-undang tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Pasalnya, kejadian serupa juga pernah dilakukan oleh oknum guru berinisial AM (33), yang merupakan guru agama SMP di Kecamatan Gringsing, Batang.
“Kenapa orang tidak jera juga?, lalu fungsinya UU TPKS apa?,” sesalnya.
Untuk itu, Nurhuda meminta pemerintah untuk segera membuat aturan turunan UU TPKS Nomor 12 Tahun 2022.
Ia juga meminta UU TPKS diimplementasikan dengan baik demi melindungi perempuan dan anak korban kekerasan seksual di lingkungan sekolah maupun tempat pendidikan.
“Pemerintah seharusnya segera mengimplementasikan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dengan memberikan perlindungan serta pemulihan terhadap anak-anak korban kekerasan seksual,” kata Nurhuda.
“Termasuk membuat regulasi turunannya untuk melindungi perempuan dan anak korban kekerasan seksual di lembaga pendidikan,” imbuhnya.
Menurutnya, berbagai kasus kekerasan seksual yang dilaporkan merupakan puncak gunung es. Sebab, kata Nurhuda, umumnya kasus-kasus kekerasan di lingkungan pendidikan cenderung tidak diadukan.
“Ada relasi kuasa yang timpang antara pelaku dan korban, sehingga korban cenderung diam atau tidak berani melaporkan kasusnya. Bisa jadi, si anak malu atau takut jika bercerita atau melapor maka gurunya mengancam tidak memberi nilai di rapor,” tuturnya.
Ia pun menekankan potensi trauma yang berkepanjangan bagi para korban kekerasan seksual. Bahkan tak sedikit korban yang justru menerima stigma buruk dari masyarakat. Karena itu, ia mendorong pemerintah memberikan perlindungan dan pemulihan kepada korban.
“Negara harus memastikan ketersediaan layanan konseling dan psikologis bagi korban, anggaran untuk jasa konselor termasuk rehabilitasi sosial bagi korban,” lanjutnya.
Nurhuda menilai, kasus pencabukan yang terjadi di lingkungan pendidikan merupakan potret fenomena pendidikan yang butuh perhatian khusus. Ia pun sangat menyayangkan tingginya angka kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan pendidikan.
“Kondisi dunia pendidikan kita juga patut menjadi keprihatinan dan perhatian serius,” kata dia.
Diberitakan sebelumnya, setidaknya 12 anak menjadi korban pencabulan guru rebana di Batang. Pihak kepolisian menyebut 12 anak mengaku disodomi oknum guru Rebana berinisial M (28).
“Dari 12 korban yang melapor barusan, ada beberapa yang di tetangga kelurahan. Dari keterangan para korban (12 anak) mereka menyampaikan bahwa para korban ini diberlakukan pelecehan seksual yaitu sodomi oleh pelaku,” kata Kasat Reskrim Polres Batang, AKP Yorisa Prabowo, Sabtu (7/1).
Yorisa menuturkan ke-12 anak tersebut rata-rata berusia antara 5-12 tahun. Mereka berasal dari dua kelurahan yang berbeda.
Saat ini, pihak kepolisian telah menangkap pelaku berinisial M tersebut dan menetapkannya sebagai tersangka kasus pencabulan terhadap para anak didiknya.