HOLOPIS.COM, JAKARTA – Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah meyakini, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja atau Perppu Cipta Kerja memiliki substansi yang positif bagi pekerja/buruh.
Menurutnya, substansi yang terkandung dalam Perppu Cipta Kerja tersebut sejatinya merupakan penyempurna dari UU Cipta Kerja sebelumnya, dimana Perppu tersebut ditujukan untuk memberikan perlindungan kepada para pekerja/buruh.
“Perppu Cipta Kerja sejatinya merupakan ikhtiar pemerintah dalam memberikan perlindungan adaptif bagi pekerja atau buruh dalam menghadapi tantangan ketenagakerjaan yang semakin dinamis,” kata Ida dalam keterangannya yang dikutip Holopis.com, Rabu (4/1).
Adapun substansi yang disempurnakan dalam Perppu tersebut yang pertama, yakni terkait ketentuan alih daya atau outsourcing.
Dalam UU Cipta Kerja tidak diatur pembatasan jenis pekerjaan yang dapat dialihdayakan. Sedangkan dalam Perppu ini, pemerintah memberikan pembatasan pada jenis pekerjaan yang dialihdayakan.
“Nantinya, jenis atau bentuk pekerjaan yang dapat dialihdayakan akan diatur melalui peraturan pemerintah (PP),” katanya.
Kedua, yakni terkait penghitungan upah minimum. Upah minimum nantinya akan dihitung dengan mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu.
Formula penghitungan upah minimum dan juga indeks tertentu tersebut, nantinya akan diatur dalam PP. Ditegaskan juga dalam Perppu tersebut, gubernur di masing-masing provinsi wajib menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP).
“Gubernur juga dapat menetapkan UMK apabila hasil penghitungan UMK lebih tinggi daripada UMP. Kata dapat yang dimaksud dalam Perppu Cipta Kerja harus dimaknai bahwa gubernur memiliki kewenangan menetapkan UMK apabila nilai hasil penghitungannya lebih tinggi dari UMP,” tandasnya.
Ketiga, penegasan kewajiban menerapkan struktur dan skala upah oleh pengusaha untuk pekerja/buruh yang memiliki masa kerja 1 tahun atau lebih. Kemudian keempat, terkait penggunaan terminologi disabilitas yang disesuaikan dengan UU 8/2016 tentang Penyandang Disabilitas.
Kelima, yakni perbaikan rujukan dalam pasal yang mengatur penggunaan hak waktu istirahat yang upahnya tetap dibayar penuh, serta terkait manfaat program Jaminan Kehilangan Pekerjaan.
Menaker menegaskan, perubahan terkait substansi ketenagakerjaan tersebut mengacu pada hasil serap aspirasi UU Cipta Kerja yang dilakukan Pemerintah di sejumlah daerah. Bersamaan dengan itu, telah dilakukan juga kajian oleh berbagai lembaga independen.
“Berdasarkan hal-hal tersebut Pemerintah kemudian melakukan pembahasan mengenai substansi yang perlu diubah. Pertimbangan utamanya adalah penciptaan dan peningkatan lapangan kerja, perlindungan pekerja/buruh dan juga keberlangsungan usaha,” tutup Ida.