HOLOPIS.COM, JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati menyampaikan hal buruk yang kemungkinan terjadi pada perekonomian Indonesia di tahun 2023 nanti.
Sri Mulyani mengatakan, akan ada risiko perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,7 persen pada tahun depan.
“Tahun depan, target penerimaan perpajakan sebesar Rp 1.718 triliun, target yang dihitung dengan sangat berhati-hati dan mempertimbangkan koreksi harga komoditas dan perlambatan pertumbuhan perekonomian di angka 4,7 persen,” kata Sri Mulyani, sebagaimana dikutip Holopis.com dari unggahan Instagram @smindrawati, Minggu (25/12).
Pelemahan perekonomian dan juga harga komoditas tersebut, tentu menjadi tantangan tersendiri bagi Kementerian Keuangan (Kemenkeu), khususnya Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) untuk mengatur penerimaan negara di tahun depan.
“Ini sebuah tantangan bagi Ditjen Pajak,” tuturnya.
Sebagaimana diketahui, pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023, menargetkan pertumbuhan ekonomi tahun depan di level 5,3 persen.
Angka itu ditetapkan bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam bentuk Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 2022 tentang APBN Tahun Anggaran 2023.
Sejauh ini pemerintah belum mengubah asumsi pertumbuhan ekonomi 2023. Namun apabila terdapat perkembangan yang signifikan pada tahun depan, tidak menutup kemungkinan terjadi perubahan asumsi APBN seperti halnya yang terjadi pada tahun ini, dimana pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 Tahun 2022.
Diketahui juga sebelumnya, sejumlah lembaga Internasional telah merevisi pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2023 menjadi lebih rendah. Salah satunya Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) yang menurunkan proyeksinya menjadi 4,7 persen, dari yang sebelumnya sebesar 5,3 persen.
Selain OECD, Bank Dunia juga merevisi proyeksinya terhadap pertumbuhan perekonomian Indonesia di 2023, dari 5,1 persen menjadi 4,8 persen.
Kemudian Asian Development Bank (ADB) dari 5,4 persen menjadi 5 persen, dan International Monetary Fund (IMF) dari 5,3 persen menjadi 5 persen.