HOLOPIS.COM, JAKARTA – Halaqah Fikih Peradaban yang digelar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) pada Kamis (8/12) di Pondok Pesantren Yanbu’ul Ulum Lumpur Losari Brebes, mengemukakan adanya sejumlah problem kesenjangan antara teks fikih Islam dan realitas politik kekinian.
Problem tersebut didiskusikan dan hasilnya adalah sejumlah putusan penting terkait dengan politik Islam (Fikih Siyasah) dalam konteks Negara Bangsa.
Halaqah dengan tema “Rekontekstualisasi Fikih Siyasah dalam Sistem Negara Bangsa” yang diketuai oleh M. Najih Arromadloni tersebut di antaranya memutuskan soal khilafah. Dalam hal ini ditegaskan bahwa khilafah hanya lah satu sistem di antara banyak sistem yang pernah menjadi bagian dari sejarah, dan merupakan produk ijtihad politik biasa, bukan sesuatu yang diperintahkan oleh agama.
“Khilafah dalam arti kekuasaan tunggal yang menghimpun umat Islam seluruh dunia bisa dikatakan tidak pernah ada. Karena pada masa Nabi berkuasa di Madinah, itu pun sudah ada penguasa muslim lain, yaitu Raja Najasyi di Habasyah/Ethiopia, apalagi di era setelahnya,” kata Najih dalam keterangannya yang diterima Holopis.com, Sabtu (10/12).
Sehingga apa yang menjadi realitas hari ini berupa beragamnya pemerintahan negara berpenduduk muslim di seluruh dunia merupakan sebuah ijtihad politik yang absah, baik yang menggunakan bentuk kerajaan atau monarki maupun republik, dengan sistem presidensial maupun parlementer.
“Pada intinya, orientasi utama politik Islam adalah mendatangkan kemaslahatan rakyat, dengan perantara (wasilah) sistem apa pun,” ujarnya.
Dalam Halaqah tersebut, selain khilafah dibahas pula persoalan lain seperti Jihad dan Peperangan, relasi muslim dan non-muslim, hijrah, sampai dengan hukum kriminologi Islam (hudud dan jinayat). Semuanya dibahas dalam frame rekontekstualisasi fikih siyasah, yang ditulis ratusan tahun yang lalu itu ke dalam sebuah realitas kehidupan Negara Bangsa hari ini.
Halaqah yang merupakan bagian dari rangkaian menyambut satu abad Nahdlatul Ulama ini dihadiri oleh sejumlah narasumber di antaranya KH. Abdul Ghofur Maimoen selaku Rois Syuriah PBNU, KH. Ulil Absar Abdalla selaku Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam) PBNU, dan AKBP Faisal Febrianto selaku perwakilan pemerintah.
Halaqah ini juga diikuti sejumlah tokoh ulama, pemerintah daerah, anggota dewan legislatif, alumni pesantren dan perwakilan tokoh masyarakat.