JAKARTA, HOLOPIS.COM – Pasca penerbitan Peraturan Menteri no 17/2021, pemerintah akan melakukan pengetatan aturan penangkapan benur di Indonesia.
Plt. Dirjen Perikanan Tangkap KKP Muhammad Zaini menjelaskan, aturan tersebut untuk mengatur kelestarian benur serta laut di Indonesia.
“Penangkapan BBL hanya dapat dilakukan oleh nelayan kecil yang terdaftar dalam kelompok nelayan di lokasi penangkapan dan telah ditetapkan oleh Dinas provinsi, ” jelas Zaini, Jumat (18/6).
Selain itu, aturan untuk nelayan kecil yang akan melakukan penangkapan benur harus mengajukan pendaftaran kepada Lembaga Online Single Submission (OSS), baik secara
langsung atau dapat difasilitasi oleh Dinas. Selain itu, penangkapan benur juga harus menggunakan alat tangkap yang ramah lingkungan.
“Penangkapan Benih Bening Lobster (puerulus) wajib menggunakan
alat penangkapan ikan yang bersifat pasif dan ramah lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” pungkasnya.
Sementara itu, Plt Dirjen Perikanan Budidaya KKP, TB Haeru Rahayu mengatakan, kebijakan pelarangan ekspor BBL ini tidak lain untuk mendorong pertumbuhan budidaya lobster di Indonesia dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Sebab lobster merupakan salah satu komoditas ekspor yang bernilai ekonomis tinggi.
“Lobster merupakan salah satu dari tiga komoditas yang menjadi prioritas perikanan budidaya, selain udang dan rumput laut,” ungkap Tebe, sapaan TB Haeru.
Saat ini Indonesia merupakan produsen lobster terbesar kedua di dunia dengan share produksi dari total produksi lobster dunia sebesar 31,59%, setelah Vietnam yang memiliki share produksi 62,5%. Dengan adanya peraturan yang berpihak pada pengembangan usaha budidaya lobster di dalam negeri, sambung Tebe, tugas selanjutnya adalah memacu perkembangan budidaya lobster di Indonesia, salah satunya dengan mengembangkan kampung lobster. (Mhd)