HOLOPIS.COM, NTT- Sektor pendidikan harus menjadi isu yang harus direfleksikan setiap saat di seluruh Indonesia, khususnya di kawasan perbatasan. Sebab, pendidikan menjadi salah satu sektor penopang pertahanan nasional.
“Pentingnya mengangkat isu Pendidikan di wilayah perbatasan NKRI, mengingat wilayah tersebut strategis sebagai beranda terdepan negara dan bagian dari sistem pertahanan nasional,” kata founder Beyond Education Indonesia dan Beyond Borders Indonesia, Rahtika Diana dalam diskusi tentang ‘Merdeka Belajar, Merdeka Mengajar di Perbatasan NKRI’ seperti dikutip Holopis.com, Sabtu (26/11).
Ia juga menekankan, bahwa peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) bangsa Indonesia tidak bisa dilepaskan dari penguatan sektor pendidikan. Salah satu hal yang akhirnya dikritisi adalah bagaimana pendidikan di Indonesia bisa memiliki kualitas kurikulum yang baik.
“Peningkatan sumber daya manusia di daerah tersebut dapat dilakukan melalui pendidikan, dan tentunya dengan konsep inti kurikulum merdeka belajar seharusnya kesenjangan pendidikan di berbagai daerah termasuk perbatasan NKRI dapat teratasi,” ujarnya.
Oleh sebab itu, kunci yang paling penting diperhatikan saat ini menurut Diana adalah dengan menerapkan kurikulum merdeka belajar sehingga bisa mencapai hasil yang baik.
“Untuk itu, perlu kita amati seberapa siap para guru di daerah untuk mengimplementasikan kurikulum merdeka belajar dan apa saja yang menjadi kendalanya,” sambungnya.
Lebih lanjut, ia pun menyebutkan bahwa pihaknya sangat concern dengan peningkatan kualitas pendidikan di perbatasan wilayah Indonesia. Sebab, sejauh ini stigma yang muncul adalah mutu pendidikan di wilayah perbatasan sangat rendah.
Bahkan kata Diana, keadaan tersebut sangat berbanding terbalik jika dilihat dari sekolah unggulan di kota-kota besar dengan fasilitas lengkap dan pembelajaran nyaman.
“Beyond Education Indonesia memberikan perhatian khusus pendidikan di perbatasan dengan kondisi yang pada umumnya memprihatinkan dari sarana prasarana yang tidak memadai, kurangnya motivasi peserta didik untuk belajar dan rendahnya kesejahteraan guru secara ekonomi,” tandasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Yayasan Pendidikan Astanara Keuskupan Atambua, Vinsensius Brisius Leo mengakui bahwa persoalan saat ini adalah rendahnya literasi di kalangan masyarakat karena faktor rendahnya akses ekonomi mereka. Ia menegaskan bahwa situasi tersebut adalah fakta di kalangan sosial masyarakat di wilayahnya.
“Rendahnya literasi masyarakat dan masalah ekonomi menjadi hambatan bagi masyarakat untuk mendapatkan pendidikan yang layak di Atambua,” kata Leo.
Di sisi lain, kualitas pendidik di wilayah mereka juga masih sangat terbatas, sehingga kondisinya pun jelas memperburuk situasi sektor pendidikan di Nusa Tenggara Timur (NTT).
“Rendahnya kualifikasi dan kompetensi tenaga pendidikan dan kependidikan menjadi masalah tersendiri dan perlu segera diatasi,” jelasnya.
Maka, dengan hadirnya konsep Merdeka Belajar yang digagas tersebut diharapkan bisa menjadi cikal bakal perbaikan sektor pendidikan, khususnya di kota Atambua.
Gagasan Merdeka Belajar diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan di Atambua.