HOLOPIS.COM, JAKARTA – Multaqa Ulama AlQuran di Pesantren Al-Munawir, Krapyak melahirkan enam rekomendasi. Salah satunya, para Ulama Al-Qur’an yang hadir merekomendasikan pengarusutamaan wasathiyah Islam.
Multaqa Ulama Al-Qur’an berlangsung tiga hari, 15 – 17 November 2022. Giat ini diikuti 340 peserta yang terdiri dari para ulama, akademisi, praktisi, dan peneliti Al-Qur’an dalam dan luar negeri.
Multaqa ini mengangkat tema “Pesan Wasathiyah Ulama Al-Qur’an Nusantara”. Para peserta berdiskusi dalam beberapa sessi panel. Malam puncak panel menghadirkan tiga narasumber, yaitu: Prof Dr. Said Agil Husin Al-Munawwar, dan KH. Bahauddin Nursalim atau Gus Baha. Sementara Prof Dr. M. Quraish Shihab menyampaikan materinya secara daring.
“Di tengah heterogenitas kehidupan masyarakat Indonesia, perlu diarusutamakan wasathiyah sebagai metode berfikir, bersikap dan beraktifitas sehari-hari sehingga terwujud keberagamaan yang moderat, toleran, ramah dan rahmah di tengah kebinekaan Indonesia,” ujar Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Muhammad Ali Ramdhani menyampaikan salah satu poin rekomendasi, pada penutupan Multaqa di Yogyakarta seperti dikutip Holopis.com, Kamis (17/11).
Selain pengarusutamaan Wasathiyah, Multaqa Ulama Al-Quran Nusantara juga mendorong pemerintah untuk lebih memperhatikan pendidikan Al-Qur’an, mulai dari penjenjangan hingga desain kurikulum. Poin rekomendasi lainnya berkenaan revitalisasi sanad Al-Qur’an, dan penanaman nilai-nilai Al-Qur’an secara komprehensif.
“Saya kira enam butir rekomendasi Multaqa Ulama Al-Qur’an Nusantara ini sangat penting, dan tentu ini menjadi catatan bagi kita semua, khususnya dalam hal ini Kementerian Agama untuk berbuat yang terbaik demi kemaslahatan pendidikan Al-Qur’an di Indonesia,” tutur Kang Dhani, sapaan akrabnya di Yogyakarta.
Berikut enam butir rekomendasi Multaqa Ulama Al-Qur’an Nusantara tahun 2022:
(1) Pemerintah Indonesia, khususnya Kementerian Agama, perlu terus memberikan perhatian penuh kepada upaya peningkatan pelayanan, pengawasan dan evaluasi pendidikan Al-Qur’an, baik dari sisi bacaan, hafalan, dan implementasinya di tengah masyarakat.
(2) Di tengah heterogenitas kehidupan masyarakat Indonesia, perlu diarusutamakan wasathiyah sebagai metode berpikir, bersikap, dan beraktifitas sehari-hari. Sehingga, terwujud keberagamaan yang moderat, toleran, ramah, dan rahmah di tengah kebinekaan Indonesia.
(3) Melihat antusiasme masyarakat Indonesia dalam mempelajari dan mendirikan lembaga pendidikan Al-Qur’an, Kementerian Agama, khususnya Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, perlu segera menindaklanjuti usulan revisi Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan yang salah satunya mengatur tentang penjenjangan Pendidikan Al-Qur’an di Indonesia, mulai tingkat dasar hingga tinggi.
(4) Desain kurikulum pendidikan Al-Qur’an perlu disusun secara berjenjang dan berkesinambungan dengan memuat materi kekhususan ilmu-ilmu Al-Qur’an ditambah dengan wawasan kebangsaan, keagamaan, dan isu-isu global dengan bingkai wasathiyah Islam.
(5) Melihat fungsi sanad yang sangat penting bagi verifikasi data dan keabsahan jalur keilmuan, maka lembaga-lembaga pendidikan Al-Qur’an perlu memperhatikan ketersambungan sanad, baik dari sisi bacaan, pemahaman, maupun pengamalan. Kementerian Agama juga perlu memfasilitasi proses dokumentasi dan pencatatan jalur sanad keilmuan ulama Al-Qur’an di Indonesia.
(6) Mengimbau kepada masyarakat, khususnya orang tua, para pendidik dan pengelola lembaga pendidikan Al-Qur’an, agar menanamkan ajaran Al-Qur’an secara komprehensif, mendalam dan moderat sebagaimana pernah dilakukan para ulama pendahulu, sehingga Al-Qur’an benar-benar dapat menjadi petunjuk dan rahmat bagi umat, bangsa dan semesta.