HOLOPIS.COM, JAKARTA – Ketua Komisi IX DPR RI, Felly Estelita Runtuwene mengingatkan kepada perusahaan yang bergerak di industri farmasi soal ancaman pidana di kasus gagal ginjal akut yang merebak beberapa waktu terakhir ini.

Sanksi pidana dan denda yang akan didapatkan perusahaan farmasi apabila terbukti melakukan pelanggaran pun tak main-main. Mereka bisa dipidana 10 tahun penjara dan denda Rp 10 miliar.

Ancaman itu sebagaimana tercantum dalam Pasal 188 juncto Pasal 196 Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Hal itu disampaikan Felly dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, pada Rabu (2/11).

“Kami juga mengingatkan jika ada pelanggaran terhadap keamanan sediaan farmasi, setiap orang dengan sengaja memproduksi dan mengedar farmasi dan atau alat kesehatan yang tidak penuhi persyaratan keamanan, dipidana 10 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar,” kata Felly dalam pernyataannya yang dikutip Holopis.com, Rabu (2/11).

Dalam kesempatan yang sama, Felly juga mengingatkan kepada para perusahaan farmasi terkait larangan penjualan barang, yang dalam hal ini adalah obat-obatan yang tidak memenuhi syarat atau standar yang sudah ditentukan.

Hal itu, lanjutnya, sebagaimana diatur dalam Pasal 8 dan Pasal 62 UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

“Pertanggungjawaban perusahaan farmasi atas kerugian material dan immaterial, atas kerugian yang terjadi, bisa dipidana 5 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 2 miliar,” tegas Felly.

Dalam kesempatan itu, Felly mengungkap bahwa pihaknya di Komisi IX lebih mengutamakan perihal kasus gagal ginjal akut ini ketimbang isu-isu nasional lainnya.

Dijelaskan olehnya, pembahasan kasus gagal ginjal pada hari ini merupakan upaya pihaknya untuk meminimalisir rasa cemas masyarakat atas berbagai informasi yang beredar terkait kasus ini.

Terlebih, kata dia, pemerintah secara resmi menyatakan bahwa penyebab kasus ini ada kaitannya dengan produk obat sirop yang selama ini banyak dikonsumsi masyarakat.

“Untuk itu, tentunya menjadi kewajiban kami Komisi IX, memprioritaskan pembahasan kasus ini ketika masa persidangan dimulai,” tutur Felly.