HOLOPIS.COM, JAKARTA – KSPI (Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia) menganggap, kebijakan pengaturan jam kerja di Jakarta akan ganggu ritme bisnis dan sosial para pekerja.

“Dari sisi perusahaan, mereka punya kewajiban delivery on time untuk mengirim produk dan jasanya, terutama yang orientasi ekspor. Nah jam kerja negara tujuan ekspor tentu berbeda dengan jam kerja di Indonesia,” ujar Presiden KSPI, Said Iqbal kepada Holopis.com, Rabu (26/10).

Dalam kesempatan itu, ia memberi contoh gangguan ritme kerja seperti negara Jepang dan Eropa masih pagi tetapi di Indonesia sudah malam. Hal tersebut, membuat jam kerja operasional pabrik dan pekerjaan administrasi perusahaan akan terganggu.

Sementara itu, ritme sosial juga akan terganggu. Apalagi mayoritas pekerja di Jakarta, tinggal diluar wilayah Bodetabek. Adanya kebijakan itu, akan menggangu jam tidur atau istirahat para pekerja. Pada akhirnya, produktivitas pekerja akan menurun.

“Yang kena jam kerja pagi pasti berangkat pagi-pagi sekali sehingga mengabaikan peran anaknya yang harus berangkat sekolah. Dan yang terkena jam kerja agak siang pasti pulangnya malam sekali sehingga jam tidur mereka dan keluarga bisa terganggu,” ujarnya.

Said meminta agar Pemprov DKI Jakarta untuk sedikit bersabar, hingga transportasi publik massal yang terkoneksi dan terintegrasi hingga mengcover area Jabodetabek.

“Dengan kebijakan apapun, pasti kemacetan tetap ada selama produksi mobil dan motor tidak dikontrol dengan tidak diimbangi pengembangan ratio ruas jalan dan sistem mass public transportation seperti yg dilakukan di Geneva Swiss,” tegasnya.