HOLOPIS.COM, JAKARTA – Direktur eksekutif Survei dan Polling Indonesia (SPIN), Igor Dirgantara menyampaikan bahwa deklarasi Anies Baswedan sebagai calon Presiden oleh Partai NasDem pada tanggal 3 Oktober 2022 lalu tidak terlalu memiliki dampak positif yang signifikan. Bahkan berdasarkan data survei yang dilakukannya, tren elektabilitas Anies turun.
“Dimana pasca pendeklarasiannya sebagai Capres oleh NasDem hanya memeroleh 11,5% saja menurun sebesar 2,7% dari 14,2% elektabilitas di Juli 2022,” kata Igor dalam rilis survei yang dilakukannya, Senin (24/10).
Alasan mengapa elektabilitas Anies cenderung turun, sebab banyak pendukung eks Gubernur DKI Jakarta itu belum menerima bahwa NasDem adalah pengusung Anies Baswedan di Pilpres 2024. Hal ini tidak lepas dari sepak terjang partai pimpinan Surya Paloh itu dalam kontestasi politik sebelumnya.
“Ini terjadi karena pemilihnya (pendukung Anies) masih belum menerima NasDem sebagai parpol pengusungnya disebabkan alasan-alasan peristiwa politik yang terjadi pada 2014, 2019 dan 2017 lalu,” ujarnya.
Berbeda dengan Prabowo Subianto. Salah satu tokoh nasional yang sangat kuat dalam kontestasi Pilpres 2024 ini cenderung memiliki tingkat elektabilitas yang relatif naik terus sejak rilis survei yang dilakukannya pada bulan Agustus 2021 silam.
“Prabowo di samping bertengger di posisi puncak elektabilitas, ia juga justru memeroleh peningkatan perolehan dukungan di angka 31,6% bila survei dilaksanakan. Ganjar mendapatkan angka di 19,3% masih berkutat dan stagnan di bawah 20%,” terang Igor.
Lebih lanjut, ia juga menyampaikan analisa tentang alasan mengapa tingkat elektabilitas Prabowo Subianto cenderung menunjukkan tren yang konsisten menanjak dari Agustus 2021 sebesar 21,9% hingga Oktober 2022 tembus 31,7%. Ia menyebut bahwa sikap politik Prabowo yang lebih mementingkan persatuan bangsa dan negara dengan menerima tawaran memerintah bersama sebagai Menteri pertahanan menjadi salah satu faktornya.
Di samping itu, Prabowo juga diduga menuai simpati publik karena ia bukan kategori mendendam terhadap orang-orang yang dibesarkannya menjadi tokoh politik nasional. Prabowo bisa saja menjadi korban politik (political victim) karena banyak dari tokoh-tokoh tersebut tidak konsisten mendukung justru menjadi kompetitor, salah satunya adalah Anies Baswedan di momentum Pilkada DKI Jakarta 2017 silam.
“Tampaknya pencapresan Anies oleh NasDem yang baru saja terjadi semakin menguatkan simpati publik terhadap Prabowo sebagai political victim,” tandasnya.