HOLOPIS.COM, JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Prof Mohammad Mahfud MD mengungkap cita-citanya.

Siapa sangka, pria yang saat ini menempati jabatan strategis di pemerintahan dulunya hanya bercita-cita sebagai ustadz di kampung halamannya.

Mulanya, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu bercerita bahwa dirinya dulu hanyalah seorang santri yang menempuh pendidikan di Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Mardliyyah, Waru, Pamekasan, Madura.

Namun dirinya bisa menjabat sebagai seorang pembantu Presiden di pemerintahan. Hal itu menjadi bukti bahwa bahwa umat Islam memiliki peran penting bagi Indonesia.

“Coba sekarang siapa yang bilang, Islam itu atau santri itu tersisih? Saya lulusan pesantren, Saya lulusan Pondok Pesantren Al-Mardliyyah, bisa jadi menteri,” kata Mahfud MD dalam sebuah rekaman video yang diterima Holopis.com melalui pesan instant, Sabtu (22/10).

Ia lantas mengungkap cita-citanya sewaktu kecil, dimana ia pernah bercita-cita menjadi seorang ustadz di kampung halamannya di Pamekasan, Madura.

Namun, karena kebijakan pendidikan di Indonesia yang terbuka, dirinya bisa menjadi seorang menteri. Ia juga pernah dipercaya sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK).

“Dulu cita-cita saya itu jadi ustadz di kampung. Tapi karena kebijakan pendidikan kita yang terbuka, santri bisa jadi menteri, bisa jadi anggota DPR, bisa jadi Ketua MK,” tuturnya.

Lebih lanjut, tokoh Nahdlatul Ulama (NU) itu juga menyebut, bahwa peningkatan mobilitas vertikal umat Islam ke etalase kepemimpinan sangatlah cepat.

Meski begitu, ia menegaskan bahwa kenaikan umat Islam di kasta kepemimpinan bukan hasil belas kasih, melainkan dari hasil perjuangan yang dilakukan mulai dari bawah, layaknya sebuah air mancur.

“Kalau istilah Nurcholis Madjid karena ada keputusan Menteri Agama. Wahid Hasyim dan Bahder Johan yang dari Masyumi dan Wahid Hasyim yang dari NU itu, menyebabkan umat Islam naik ke etalase kepemimpinan. Bukan karena ditimba, tapi karena mancur dari bawah seperti air mancur,” tukasnya.