HOLOPIS.COM, JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) angkat bicara mengenai temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait realisasi insentif dan fasilitas perpajakan sebesar Rp15,3 triliun yang belum sesuai ketentuan.

Staf Khusus (Stafsus) Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Yustinus Prastowo menyampaikan bahwa pihaknya saat ini tengah menindak lanjuti temuan BPK terkait hal tersebut.

“Kami sampaikan bahwa Kemenkeu dalam hal ini DJP (Direktorat Jenderal Pajak) telah melakukan tindak lanjut atas temuan tersebut,” tulis Prastowo dalam cuitan di akun Twitternya @prastow, yang dikutip Holopis.com, Minggu (9/10).

Prastowo menjelaskan, salah satu temuan yang telah ditindaklanjuti Kemenkeu salah satunya terkait adanya realisasi fasilitas PPN Non PC-PEN 2021 yang sebesar Rp1,7 triliun, dimana terdapat indikasi Rp1,3 triliun tidak sesuai ketentuan.

Dia menegaskan, DJP bersama dengan peneliti internal telah menindaklanjuti tersebut.

“Disimpulkan bahwa nilai Rp1,7 triliun tersebut sudah sesuai dengan ketentuan,” ujarnya.

Ada juga temuan yang menurutnya sudah ditindaklanjuti oleh pihaknya, yakni terkait realisasi fasilitas PPN PC-PEN 2021 sebesar Rp3,7 triliun, dimana diindikasikan Rp154,82 miliar tidak sesuai ketentuan.

Kemudian temuan realisasi pemberian insentif dan fasilitas perpajakan PC-PEN Rp211,81 miliar tidak sesuai ketentuan dan terdapat potensi pajak yg belum dipungut sebesar Rp228,78 miliar.

Menurutnya Prastowo, temuan itu telah dilakukan penelitian ulang yang menyimpulkan bahwa nilai tersebut sudah sesuai dengan ketentuan.

Yang tak kalah penting, ada temuan atas insentif Pajak DTP TA 2020 yang belum selesai verifikasi Rp2,06 triliun, saat ini telah dilakukan verifikasi oleh BPKP, dan atas belanja subsidi Pajak DTP Rp4,67 triliun yang belum dicatat, tengah dilakukan proses penganggaran agar dapat dilakukan pencairan dan pencatatan pada tahun ini.

“Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa Rp2,60 triliun atau 96,32 persen sudah sesuai ketentuan dan sisanya sebesar Rp0,10 triliun atau 3,68 persen masih dalam proses penelitian lebih lanjut oleh unit vertikal,” jelasnya.

Dia mengungkapkan proses penyelesaian temuan tersebut dipantau secara intensif. Diharapkan, proses tersebut dapat selesai seluruhnya pada 2022 ini.

Dari hasil penelitian DJP yang disampaikan Prastowo, diketahui tiga penyebab, yaitu perbedaan pemahaman dan/atau pengolahan data antara DJP dan BPK, WP (wajib pajak) kurang lengkap dalam mengisi keterangan atau referensi, serta adanya penggunaan faktur pajak pengganti yang secara ketentuan sudah sesuai.

Adapun pihaknya mendukung penyelesaian temuan BPK tersebut. Pun ada penyelewengan, Kemenkeu akan mendukung pihak terkait untuk memproses penyelewengan tersebut.

“Kita pahami bahwa di setiap lini, potensi fraud tentu ada. Tapi dengan semangat akuntabilitas, Kemenkeu bersama BPK dan BPKP memastikan bahwa setiap rupiah insentif yang dikeluarkan adalah valid, andal, dan untuk mereka yang berhak sebagaimana kita harapkan bersama,” pungkasnya.