HOLOPIS.COM, JAKARTA – Dosen Universitas Indonesia, Ade Armando berkomentar terkait tragedi Kanjuruhan yang menewaskan ratusan suporter Arema FC.
Menurutnya, tragedi tersebut disebabkan oleh tindakan suporter Arema FC yang sok jagoan. Ia menyebut suporter Arema yang biasa dijuluki Aremania melanggar aturan dengan petantang-petenteng masuk ke dalam lapangan.
“Yang jadi pangkal masalah adalah suporter Arema yang sok jagoan, melanggar semua peraturan dalam stadion dengan gaya preman masuk ke lapangan, petentengan,” kata Ade yang dikutip Holopis.com dari tayangan video di kanal YouTube Cokro TV, Selasa (4/10).
Ade menuding ada pihak-pihak yang sengaja memainkan narasi yang pada intinya menyalahkan polisi dalam tragedi berdarah itu.
Dia pun menyinggung soal keterangan yang disampaikan oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) terkait penggunaan kekuatan berlebihan alias excessive use force dengan gas air mata.
“Sebagian pihak menyatakan bahwa FIFA jelas melarang penggunaan gas air mata dalam stadion, pertanyaannya apakah polisi Indonesia berada di bawah FIFA?” katanya.
“Ketika polisi menggunakan gas air mata itu adalah tindakan sesuai protap ketika mereka harus mengendalikan kerusuhan yang mengancam jiwa,” imbuh dia.
Menurut Ade, apa yang dilakukan oleh aparat kepolisian sudah benar, mulai dari meminta jam pertandingan digelar lebih awal hingga pembatasan penonton sesuai dengan kapasitas stadion.
Namun menurutnya, pihak panitia pertandingan tidak menjalankan permintaan dan justru menjual tiket melebihi kapasitas stadion.
“Yang jadi masalah adalah kelakuan suporter Arema memang tidak semua, menurut polisi yang menyerbu lapangan hanyalah tiga ribu orang. Tapi itu sudah cukup memporak-porandakan keadaan,” kata Ade.
“Mereka tak bsa menyaksikan timnya kalah, padahal pertandingan berlangsung dengan fair, tidak ada keputusan wasit yang meragukan misalnya,” ucapnya menambahkan.
Sebagaimana diketahui, kerusuhan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan terjadi usai pertandingan Arema FC vs Persebaya, pada Sabtu (1/10) malam. Peristiwa ini menyebabkan 125 orang meninggal dunia.
Tragedi yang kini dikenal dengan tragedi Kanjuruhan itu bermula saat aparat melontarkan gas air mata.
Berdasarkan kesaksian sejumlah pihak, gas air mata itu dilontarkan ke arah tribun yang nertujuan untuk menghalau massa yang ricuh di lapangan usai laga Arema menjamu Persebaya.
Para penonton di tribun yang panik karena gas air mata itu langsung berdesak-desakan menuju pintu keluar stadion yang terbatas. Banyak penonton mengalami sesak napas, terjatuh, dan terinjak-injak hingga tewas.