HOLOPIS.COM, JAKARTA – Mantan Ketua Komisi Yudisial, Suparman Marzuki menyampaikan, bahwa polemik dugaan kasus korupsi yang menerpa seorang hakim agung beberapa waktu lalu, menunjukkan adanya kerapuhan pada sistem hukum di Indonesia.

Pernyataan itu disampaikan oleh Suparman, saat memandang rencana reformasi hukum yang direncanakan oleh Pemerintah, buntut dari penangkapan Hakim Agung Sudrajad Dimyati atas dugaan suap perkara penanganan kasus di tingkat kasasi Mahkamah Agung (MA).

“Pondasi bangunan bernegara kita belum pernah benar-benar dibangun, mengabaikan hukum sebagai pondasi, artinya negari ini memang rapuh sekali bangunannya, mudah terguncang, kalau ada goncangan mudah terguncang, kalau ada getaran mudah tergetar, tidak punya kekokohan dari berbagai terpaan, badai hukum itu,” kata Suparman Marzuki dalam Program Ruang Tamu Holopis Channel, Jumat (30/9).

Menurut Suparman, jika hukum dipermainkan, setiap orang tidak bisa bertindak banyak karena sifat hukum pada dasarnya, memiliki prinsip legalitas, sesuatu yang dijalankan secara formal prosedural akan dinilai sudah selesai perkara hukumnya.

Ia menambahkan, hukum yang didesain atas kepentingan politik dan ekonomi, menjadi penyebab munculnya kasus korupsi, kasus suap, dan kasus-kasus lainnya, karena secara fundamental hukum tidak dibangun secara nyata.

“Karena sekali lagi hukum tidak benar-benar dan sungguh dibangun,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Mantan Ketua KY periode 2013-2013 itu, menekankan yang terpenting dari reformasi hukum ini adalah pembenahan Mahkamah Agung (MA) terlebih dahulu, karena MA adalah muara atau ujung dari proses peradilan di Indonesia.

Suparman Marzuki menyarankan untuk membangun dua aspek sekaligus dalam pembenahan Mahkamah Agung untuk menciptakan peradilan yang sehat dan baik.

“Mengambil peran melahirkan goodman/orang baik, sekaligus harapannya membangun good system, harusnya kita membangun dua aspek itu sekaligus orang baik itu harus berada dalam sistem yg baik,” tegasnya