HOLOPIS.COM, JAKARTA – Anggota Komisi III DPR RI, Arsul Sani mengaku tak heran dengan kasus dugaan suap yang melibatkan hakim agung seperti Sudrajad Dimyati.
Selama ini, kata Arsul, tidak sedikit yang bermain mata dalam penanganan perkara di lingkungan Mahkamah Agung (MA).
“Komisi III melihat bahwa kasus terlibatnya hakim agung, staf kepaniteraan, dan pegawai MA dalam kasus suap ini sebetulnya bukan hal yang mengejutkan,” ujar Arsul kepada wartawan, Jumat (23/9).
Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu juga mengaku, pihaknya di Komisi III DPR seringkali menerima aduan dari masyarakat perihal putusan MA yang dinilai tak adil.
“Komisi III selama ini juga menerima aduan masyarakat yang merasakan putusan yang tidak adil,” ujarnya.
Bahkan, kata Arsul, setelah pihaknya mempelajari putusan-putusan yang ditangani MA, selain tidak adil, juga cacat secara hukum. Dia mengaku siap menunjukkan putusan yang dimaksud jika dimintakan MA.
“Putusan yang seperti ini, salah dalam menerapkan hukum dan menabrak keadilan seringkali faktor penyebabnya karena ada yang ‘main’ dalam kasusnya, entah berupa suap atau yang lainnya,” jelas Arsul.
Lebih lanjut, mantan aktivis Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI) ini meminta MA agar lebih terbuka dengan Komisi Yudisial (KY) terkait dengan kasus yang menyeret Sudrajad Dimyati.
Menurut Arsul, MA sebenarnya bisa memanfaatkan KY secara maksimal untuk menyingkirkan segala sesuatu yang kotor-kotor di jajaran peradilan, termasuk di MA sendiri.
“Namun kesannya selama ini kan justru MA mau selesaikan sendiri via Bawas (badan pengawas), tetapi publik melihatnya malah ini ikhtiar untuk ‘melindungi’ hakim dari hukuman yang lebih tegas jika itu ditangani KY. Ke depan seyogianya pimpinan MA justru lebih terbuka bahkan kalau perlu menggunakan KY tentu bersama Bawas untuk mem-buldoser para hakim nakal,” kata Arsul.
“Komisi III DPR juga meminta agar pimpinan MA perlu memperbarui kembali langkah dan kebijakan yang ada terkait dengan pembenahan sikap mental dan kultur baik hakim maupun ASN non hakim-nya,” tambahnya.