HOLOPIS.COM, JAKARTA – Ketua Karateker Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia Jakarta (SEMMI Jakarta) Febriansyah Putra meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk menonaktifkan Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Muhammad Fadil Imran.

“Kami minta Kapolri nonaktifkan Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran,” kata Febriansyah kepada wartawan, Selasa (20/9).

Ia menyampaikan, alasan Febriansyah Putra beralasan permintaannya terkait dengan kasus KM.50. Dalam kasus itu 6 (enam) orang anggota FPI meninggal dunia.

“Kasus ini kalau diamati sejenis dengan kasus Ferdy Sambo, ada dugaan-dugaan atau kejanggalan-kejanggalan dalam kasus itu, yang harus dibuka dan diungkap kembali, mengapa mereka harus dibunuh padahal dalam penguasaan kepolisian, lalu hilangnya pula cctv, kemudian TKP justru sudah dibersihkan, siapa komandan pemilik mobil land cruiser yang memerintah di sana? dan masih banyak kejanggalan lainnya,” paranya.

semmi jakarta raya
Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (SEMMI) Jakarta Raya saat melakukan konferensi pers. [foto : Istimewa]

Alasan mengapa sasaran tembaknya adalah Irjen Pol Muhammad Fadil Imran, karena kasus tersebut menjadi tanggung jawab di lingkungan Polda Metro Jaya.

“Lalu kita semua tahu, dalam kasus itu perkara tersebut ditangani dan terjadi pada wilayah hukum Polda Metro Jaya yang saat itu dipimpin oleh Irjen Fadil Imran,” tandanya.

Di sisi lain, Muhammad Dwi sebagai Ketua Umum SEMMI cabang Jakarta Selatan mengatakan bahwa permintaan penonaktifkan Irjen Pol Fadil Imran merupakan bentuk menagih janji Komitmen Kapolri pada saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPR beberapa waktu lalu.

“Sikap ini kami lakukan sebagai bentuk menagih janji Kapolri pada Rapat Dengar Pendapat di DPR beberapa waktu lalu, beliau katakan akan membuka kembali kasus ini, sebelum membuka kasus ini kami minta Nonaktifkan Irjen Fadil Imran dari Kapolda Metro Jaya,” ujar Dwi.

Selain itu dirinya mengatakan bahwa penon-aktifan Kapolda Metro tersebut merupakan bentuk penegakan hukum yang mengedepankan persamaan di hadapan hukum.

“Ini harus dibuka kembali, kedepankan asas persamaan di mata hukum, jangan hanya kasus duren tiga saja,” pungkasnya.