HOLOPIS.COM, JAKARTA – Eks aktivis 98, Bungas Thomas Fernando Duling menyatakan bahwa para senior aktivis 98 mendukung gerakan mahasiswa di seluruh Indonesia untuk menyuarakan penolakannya terhadap kebijakan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).

Hal ini karena ia yakin bahwa para Mahasiswa saat ini memiliki tujuan yang benar dan mulia untuk kepentingan bangsa.

“Artinya kita bersama-sama memberi kepercayaan penuh kepada adik-adik mahasiswa. Kita juga meyakini diri kita dulu sebagai gerakan mahasiswa,” kata pria yang karib disapa Nando dalam konferensi pers Barisan Jaringan Organisasi Kampus 98 (BJORKA 98) di Pakubuwono, Jakarta Selatan, Minggu (18/9).

Ia menilai bahwa persoalan penyaluran subsidi yang salah sasaran menjadi tanggung jawab penuh pemerintah sebagai regulator.

Sangat aneh ketika kesalahan pemerintah itu malah berujung pada pembebanan secara kolektif kepada masyarakat, sekaligus kepada rakyat kecil dengan menaikkan harga BBM bersubsidi.

“Alasan bahwa kenaikan harga bbm adalah 70% subsidi yang menerima adalah masyarakat mampu, pada dasarnya Presiden sudah menyalahi konstitusi,” ujarnya.

Oleh karena itu, Nando yang merupakan koordinator Komite Aksi Rakyat Teritorial (Karat) menilai bahwa persoalan ini sudah sangat luas dan perlu mendapatkan sikap yang serius dari para aktivis 98.

“Ada PR yang belum diselesaikan oleh kawan-kawan 98, satu hal yang harus kita jaga bersama adalah kita sangat melihat secara real dan secara objektif seperti apa perbedaan yang terjadi di gerakan 98 sampai saat hari ini,” tandasnya.

Dalam kesempatan yang sama, aktivis Front Indonesia Semesta (FIS) Satyo Purwanto juga menilai, bahwa pemerintahan Indonesia saat ini sedang ada masalah besar pasca Presiden Jokowi mengambil opsi kenaikan harga BBM.

“Jadi kenaikan BBM Ini cuma tinggal masalah waktu, siapapun menterinya, siapapun presidennya ini akan masalah waktu saja,” kata pria yang karib disapa Komeng.

Aktivis 98 yang juga alumni Universitas Mercu Buana tersebut mengatakan, ujung pangkal dari persoalan ini adalah di sisi pelayanan publik yang cenderung hilang di Pertamina maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN) secara keseluruhan.

“Karena penugasan BUMN khususnya Pertamina atau BUMN lainnya itu pelayanan sebagai public servicenya sudah lama hilang sejak perubahan UU,” tandasnya.

Ditambah, polemik yang semakin membuat kemelut di lingkup harga BBM adalah liberalisme sumber daya alam.

“Pengelolaan sumber daya alam itu semua sudah dikonfrontasi oleh paham liberalisme,” ucapnya.

Untuk itu, Komeng menilai bahwa pertemuan para aktivis 98 tersebut adalah untuk menggerakkan semangat kolektif demi memperbaiki situasi yang kurang menguntungkan bagi rakyat.

“Yang memicu kita hadir hari ini karena bagaimanapun teman-teman 98 memiliki dosa sejarah. Reformasi yang kita inginkan ternyata jauh menyimpang,” tandasnya.

Selain mereka berdua, hadir beberapa senior aktivis 98 lainnya, seperti ; Laode Kamaludin dan Hari Purwanto dari FAMRED, Agung Wibowo dari Forkot, Dedi Ariyanto dari alumni Universitas Trisakti, serta masih banyak yang lainnya. (FIS/EL)