HOLOPIS.COM, JAKARTA – Ketua Umum PERADI, Otto Hasibuan, menjelaskan tindakan Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu (Bharada E) tidak termasuk kategori perintah jabatan saat menembak Brigadir J seperti yang tertuang di dalam Pasal 51 ayat 1 KUHP.
Otto menyayangkan banyak pendapat yang mengatakan Bharada E dapat bebas karena masuk dalam perintah atasan, dan dipercaya masyarakat.
“Tetapi yang saya lihat saat ini banyak sekali pendapat-pendapat yang menurut saya betul-betul tidak benar, tetapi saya beda pendapat, seperti ada yang mengatakan Bharada E bisa bebas karena melaksanakan perintah jabatan. Kan banyak mengamini,” kata Otto Hasibuan dalam seminar nasional, Selasa (30/8).
Kemudian, pengacara yang pernah menangani kasus kopi sianida itu menegaskan, bahwa terdapat dua kategori meniadakan hukuman atau penghapusan tuntutan, yakni pada pasal 50 dan 51 KUHP .
“Pertama adalah orang yang melaksanakan perintah undang-undang yaitu pasal 50. Kedua, kalo orang yang melaksanakan perintah jabatan (pasal 51), ingat bukan perintah Sambo tapi perintah jabatan,” tegasnya.
“Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana,” bunyi pasal 51 ayat (1).
Sementara pada ayat (2) di pasal yang sama menyebutkan, “Perintah jabatan tanpa wewenang, tidak menyebabkan hapusnya pidana, kecuali jika yang diperintah, dengan itikad baik mengira bahwa perintah diberikan dengan wewenang dan pelaksanaannya termasuk dalam lingkungan pekerjaannya,”.
Oleh karena itu, ia menyebutkan bahwa ketika Ferdy Sambo menjabat sebagai Kadiv Propam, maka tidak ada wewenang untuk membunuh atau memerintah membunuh orang lain.
“Jadi artinya Sambo sebagai Divisi Propam tidak pernah diberikan oleh undang-undang atau oleh kekuasaan yang berwenang untuk melakukan pembunuhan,” jelasnya.
“Maka dia tidak bisa memerintah orang untuk membunuh karena itu bukanlah kekuasaan yg dimiliki berdasarkan jabatannya,” sambungnya.
Tak hanya itu, ia mengatakan jika Bharada E melakukan tindakannya karena terpaksa atau merasa diancam itu berbeda dengan pasal yang dimaksudkan diatas.
“Nah, ini disampaikan di media seakan-akan dia bisa bebas atas dasar itu. Kalau dilakukan atas dasar diancam terpaksa, itu lain soal. Itu kalau berdasarkan perintah jabatan, menurut saya tidak tepat,” ucap Otto Hasibuan.