HOLOPIS.COM, JAKARTA – Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno mengapresiasi adanya berbagai survei yang mulai memunculkan tokoh alternatif di luar lingkungan partai politik (parpol). Sebab selama ini, banyak figur yang dinilai cocok untuk maju di pemilu 2024 mendatang malah jarang dibicarakan.

“Perlu muncul capres-cawapres alternatif yang layak maju bukan elite partai. Survei harus merekam suara rakyat yang tidak didengar partai politik,” katanya dalam Seminar Nasional di Gedung PBNU, Jakarta, Senin (22/8).

Dalam kesempatan yang sama, Adi juga turut menyoroti perihal rendahnya indentitas partai di Indonesia. Hal itu dibuktikan dengan data yang menunjukkan 82 persen publik merasa tidak menjadi bagian dari parpol.

Sebaliknya, identitas organisasi masyarakat (ormas) di Indonesia justru lebih kuat. Salah satunya, 47 persen publik mengaku sebagai warga NU.

“Tetapi, kita dihadapkan pada situasi rezim politik yang dikuasai partai. Suka nggak suka,” tambah Adi.

Dikatakan olehnya, apabila pada kontestasi politik di tahun 2024 mendatang masih memakai politik identitas, ormas besar seperti Nahdlatul Ulama (NU) misalnya, akan tetap jadi barang cantik.

Hal itu berarti, para tokoh akan NU akan tetap dikaitkan meskipun Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menyatakan diri untuk menjauh dari politik praktis dan tak boleh memakai atribusi NU.

“Tokoh-tokoh NU ini pasti tidak akan terlepas dari tarikan politik praktis. Sekali-kali jangan hanya jadi objek, tarung saja sekalian,” sarannya.

Buktinya, ada survei menyatakan warga nahdliyin memilih Mahfud MD dan Khofifah Indar Parawansa yang bukan kader partai. Diakuinya, memang ada logika terbalik antara partai dan konstituen.

“Dua nama teratas survei Indopol itu bukan kader partai. Pemilih PKB tidak otomatis milih Ketua Umumnya,” katanya.