HOLOPIS.COM, JAKARTA – Indonesia Police Watch (IPW) membenarkan keberadaan kelompok mafia di dalam instansi kepolisian. IPW menduga beredarnya data ‘kerajaan Sambo’ disebarkan oleh ‘geng’ lain yang berseberangan dengan kelompok eks Kadiv Propam.

“Saya duga (data ‘kerajaan Sambo’) ini dari lawan kelompok Ferdy Sambo. Jadi ada lawannya di internal,” kata Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso kepada wartawan, (18/8).

Selanjutnya, Sugeng mengatakan bahwa ‘geng’ tersebut jugalah yang terlibat dalam pembunuhan Brigadir Yoshua Hutabarat atau Brigadir J.

“Saya sudah sebutkan ada geng, geng mafia ada. Kalau sekarang istilahnya kerajaan, itu orang lain yang sebut. Geng itu sudah terbukti dalam proses kematiannya Brigadir Yoshua. Sekarang dapat lagi saya info seperti ini tentang kerajaan, berarti analisis saya benar,”

Sugeng menyebutkan, data tentang ‘kerajaan Sambo’ lebih baik diberikan kepada pihak kepolisian agar memberikan penjelasan kepada masyarakat. Ia juga mendesak aparat penegak hukum berlaku profesional dan menerapkan asas praduga tak bersalah.

“Mengenai ‘kerajaan Ferdy Sambo’ itu kan sedang beredar ya, menurut saya diserahkan saja kepada polisi. Data itu kan ada informasinya, yang menyebut nama-nama, saya minta tetap dikedepankan penegakan hukum yang profesional, dan asas praduga tak bersalah,” tuturnya.

Menanggapi tentang data bandar judi dalam tubuh Polri, ia meminta agar kepolisian mengusut perkara ini dengan profesional, transparan, aktual, dan menggunakan asas praduga.

“Ini kan terstruktur, sekarang muncul lagi data-data bandar judinya. Saya minta polisi dalam mendalami info ini. Harus profesional, transparan, dan mengedepankan prinsip penegakan hukum yang scientific, asas praduga. Itu yang beredar kan foto-foto, nomor telepon lagi,” jelasnya.

Dugaan tersebut lantaran, data yang beredar bentuknya seperti disusun oleh pihak kepolisian saat mengusut suatu perkara.

“Dokumen ini adalah model dokumen yang dibuat oleh anggota kepolisian dalam menangani kasus, memetakan masalah itu modelnya seperti itu,” tutup Sugeng.

Senada dengan Sugeng, Menko Polhukam Mahfud MD juga mengatakan dalam tubuh Polri terdapat kelompok-kelompok yang berkuasa.

“Karena di Polri itu memang ada semacam pusat-pusat kekuatan ya,”

Mahfud menjelaskan, keberadaan kelompok tersebutlah yang membuat kinerja Polri terasa lambat dalam menangani kasus, contohnya kasus yang mengakibatkan kematian Brigadir J.

“Nah, jadi kenapa Kapolri itu tidak selalu mudah menyelesaikan masalah di sana, karena sebenarnya meskipun secara formal yang menguasai, tapi di situ ada kelompok-kelompok yang bisa menghalangi itu, termasuk yang kasus ini kan (penembakan Brigadir J),” kata Mahfud MD.