HOLOPIS.COM, JAKARTA – Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR), Hari Purwanto menilai bahwa pekerjaan besar bangsa Indonesia saat ini adalah bagaimana merawat toleransi dan kebersamaan di dalam keberagaman. Karena menurutnya, persoalan yang ada di kalangan masyarakat ternyata masih cukup klasik, yakni peraka sentimen SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan).
“77 tahun Indonesia merdeka kita masih dibayang-bayangi polemik Kesukuan, Agama dan Ras (SARA),” kata Hari dalam keterangannya kepada Holopis.com, Selasa (16/8).
Ditambah lagi, konflik sosial tersebut semakin diperburuk dengan ulah amplifikasi dari kelompok politik yang senang memainkan isu sentimen rasial untuk mendulang dukungan publik. Hal ini terlihat jelas di momentum politik elektoral sejak 2014 silam.
“Pesta demokrasi dijadikan alat oleh sekelompok orang yang bernafsu untuk berkuasa dengan menggunakan politik SARA, sehingga Pemilu 2014, Pilgub 2017 dan Pemilu 2019 masyarakat Indonesia terbelah karena pilihan dukungan,” ujarnya.
Dengan melihat fakta sosial tersebut, Hari pun menilai tantangan besar bangsa Indonesia saat ini adalah bagaimana semua stakeholder bisa mengembalikan tujuan para pendiri bangsa mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dalam bintang Pancasila.
“Belajar dari itu semua tentunya itu menjadi ujian bagi ideologi Pancasila bangsa ini yang sudah disepakati oleh para pendiri bangsa, alias founding fathers,” tandasnya.
Aktivis 98 ini pun mengajak kepada semua pihak untuk merenungkan kembali bagaimana kemerdekaan Indonesia diperjuangkan hingga diproklamirkan pada tahun 1945 silam.
Di mana, Hari mengatakan bahwa hasil sidang sehari setelah pembacaan proklamasi, Indonesia baru menjadi sebuah negara melalui sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 18 Agustus 1945. Hasilnya antara lain ; mengesahkan Undang-Undang Dasar 1945, kemudian mengangkat Soekarno dan Mohammad Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Dan yang terakhir adalah membentuk Komite Nasional Indonesia Pusat.
Hasil Pertama, yakni pengesahan UUD 1945. Kegiatan itu mengandung landasan idealisme bernegara maka harus disahkan. UUD 1945 sebagai konstitusi negara dan menjadi acuan dalam peraturan-peraturan yang berlaku di negara Indonesia. Sebelum disahkan, rancangan batang tubuh UUD 1945 dibuat oleh organisasi BPUPKI.
Selain mengesahkan UUD 1945, sidang ini juga melakukan revisi bagian dari Piagam Jakarta. Revisi dilakukan dengan perubahan kalimat “Ketuhanan dengan Kewajiban Menjalankan Syariat Islam bagi Pemeluk-Pemeluknya”. Masyarakat Indonesia tidak semua menganut agama Islam, maka dari itu kalimat tersebut direvisi menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Dalam kesempatan itu, juga dilakukan perancangan Pancasila. Ada lima orang tokoh yang terlibat di antaranya: KH. Wachid Hasjim, Ki Bagoes Hadikoesoemo, Kasman Singodimejo, Mohammad Hatta, dan Teuku Mohammad Hasan.
Hasil sidang kedua yakni mengangkat Soekarno dan Mohammad Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI berdasarkan usulan dari Otto Iskandardinata. Kedua founding father itu terpilih secara aklamasi untuk memimpin Indonesia. Setelah itu keduanya pun disahkan dengan mengadakan pelantikan.
Hasil ketiga dalam Sidang Pertama PPKI ini yaitu dibentuknya Komite Nasional. Fungsi pembentukan Komite Nasional ini untuk meringankan tugas Presiden serta Wakil Presiden. Mengapa seperti itu? Karena Republik Indonesia belum memiliki lembaga DPR dan MPR.
“Itulah hasil sidang PPKI Tanggal 18 Agustus 1945. Seperti pesan Bung Karno, jangan sekali-kali melupakan sejarah, Jas Merah,” papar Hari.
Oleh sebab itu, dalam peringatan 77 tahun kemerdekaan Indonesia ini, ia pun menyerukan kepada seluruh elemen bangsa Indonesia untuk kembali mengupayakan agar Pancasila dan UUD 1945 menjadi landasan utama dalam membangun hubungan kebangsaan dan kenegaraan.
“Mari segenap bangsa Indonesia yang berjumlah 300 juta berefleksi dan berkortemplasi untuk menghadirkan kembali Pancasila dan UUD 1945 sebagai acuan saat disahkan pada 18 Agustus 1945. Kemudian menginternalisasi nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” tegasnya.
Harapan besarnya, dikemerdekaan 77 tahun ini antar anak bangsa Indonesia semakin solid dan bersatu dalam mengkonsolidasi melawan ancaman dari internal.
“Seperti pesan Bung Karno, ‘Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah, namun perjuangan kalian akan lebih sulit karena melawan bangsa sendiri’,” pungkas Hari.