HOLOPIS.COM, JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa pemerintah telah mengelontorkan anggaran sebesar Rp104,8 triliun pada semester I-2022 untuk menjaga harga bahan bakar minyak (BBM) dan listrik tak mengalami kenaikan.

Hingga Juli 2022, tercatat realisasi anggaran belanja non Kementerian/Lembaga (K/L) telah mencapai Rp540,6 triliun atau 39,9 persen dari pagu anggaran.

“Total belanja non K/L sebesar Rp540,6 triliun itu bantalan bagi rakyat. Itu semuanya shock absorber yang melindungi rakyat,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTA, Kamis (11/8).

Bendahara negara itu lantas mengungkapkan, bahwa anggaran tersebut salah satunya digunakan untuk membayar kompensasi kepada Pertamina dan PLN.

Dia menuturkan bahwa pembayaran kompensasi tersebut dilakukan tanpa adanya penyesuaian di tengah lonjakan harga yang terjadi pasar global.

Diketahui anggaran kompensasi yang telah disepakati bersama Badan Angaran DPR RI untuk tahun ini mencapai Rp293,5 triliun. Angka tersebut melonjak dibandingkan biaya kompensasi 2021 yang hanya sebesar Rp48 triliun.

“Tahun ini, anggaran untuk kompensasi melonjak tinggi. Tahun lalu hanya Rp48 triliun, sekarang Rp293,5 triliun. Kami sudah sudah cairkan Rp104,8 triliun. Bayangkan tahun lalu semester I/2022, kita belum bayarkan satu rupiah pun untuk kompensasi,” ucap Sri Mulyani.

Menurutnya, hal tersebut merupakan upaya pemerintah dalam meredam lonjakan harga energi yang terjadi atau yang biasa disebut dengan istilah shock absorber.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu mengklaim, anggaran sebesar Rp104,8 triliun yang digelontorkan pemerintah tersebut demi menahan agar harga energi tidak mengalami kenaikan, sehingga daya beli masyarakat pun tetap terjaga.

Tak hanya kompensasi, anggaran subsidi pada Semester I-2022 pun turut membengkak menjadi Rp116,2 triliun. Padahal tahun sebelumnya hanya sebesar Rp99,6 triliun.

Adapun kebutuhan masyarakat yang disubdisi oleh pemerintah, antara lain BBM, baik itu solar maupun Pertalite, kemudian LPG 3 kg, listrik bersubsidi, pupuk, bunga pinjaman kredit usaha rakyat (KUR), serta penyaluran KUR.

“Poin 1 hingga 4, pemerintah menahan guncangan harga yang sangat tinggi di global dan tidak diubah di dalam negeri. Ini membuat anggaran subsidi melonjak jadi Rp116 triliun hanya dalam satu semester,” tuturnya.