Jumat, 20 September 2024
Jumat, 20 September 2024

Virtual Police Langkah Tepat Polri Menjaga Media Sosial Tetap Sehat, Bertanggung Jawab & Humanis

Virtual Police (Polisi Virtual/VP) adalah Tim bentukan internal polri yang dioperasikan untuk mencegah adanya tindak pidana yang dilarang oleh UU ITE.
Pembentukan VP ini harus diakui sebagai niat baik menempatkan polri tidak hanya menegakkan hukum semata tetapi memberikan pengayoman dan edukasi kepada masyarakat khususnya pengguna media sosial.
Melalui peringatan terlebih dahulu inilah, VP menyampaikan kepada para pengguna agar tidak melakukan pelanggaran yang dilarang menurut UU ITE, mengingat dunia media sosial kita hari ini ada frekuensi peningkatan kasus tiap tahunnya atas tuduhan pelanggaran UU ITE dengan lebih mengedepankan proses hukum bahkan sampai yang harus ditangkap dan ditahan.
Pembentukan VP juga sekaligus menjawab selama ini, bahwa ada kegelisahan sebagaian orang atas penerapan UU ITE yang dinilai disalahgunakan untuk mengkriminalisasi seseorang, pasal-pasal yang dinilai multi-tafsir, tuduhan muatan pasal karet dan sebagainya, sehingga berakibat menimbulkan kegaduhan karena belakangan malah jadi tren saling lapor-melaporkan, sehingga dirasa banyak kalangan sudah tidak sehat, maka perlu didudukan kembali.
Pernyataan ini juga pernah disampaikan oleh Presiden Jokowi yang kemudian ditindaklanjuti oleh Kapolri dengan terbitnya Surat Edaran (SE) bernomor SE/2/11/2021 Tentang Kesadaran Budaya Beretika Untuk Mewujudkan Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat dan Produktif.
VP ini tentu diharapkan sebagai solusi yang lebih humanis karena kali ini menggunakan pendekatan edukasi tentang potensi terjadinya pelanggaran ITE dengan melakukan pemberitahuan terlebih dahulu melalui DM (Direct Message) kepada akun pengguna yang bersangkutan, bila tidak mengindahkan maka cyber police dapat mengambil tindakan setelah unggahan konten yang diserahkan oleh petugas virtual police, meski begitu tetap akan dimintakan pendapat terlebih dulu ke para ahli, seperti ahli pidana, ahli bahasa dan ahli ITE. Ini luar biasa edukasi sambil tetap mengedapankan prinsip pembuktian menurut hukum.
Lalu apakah VP menimbulkan ketakutan dan kecemasan di Masyarakat atau merampas kebebasan berpendapat?. Bagi saya, tidak. Justru sebaliknya, VP ini bisa dijadikan peringatan dini bagi pengguna apakah konten yang diunggah itu melanggar atau tidak menurut UU ITE. Ini bagian dari proses edukasi juga kepada mereka yang berpotensi menjadi terlapor tindak pidana agar tetap bijak dan beretika di media sosial.
Kalau soal merampas kebebasan berpendapat itu dianggap terlalu berlebihan, ingat, VP sebelum melakukan peringatan diminta dulu konten yang disoal kepada para ahli masing-masing. Apakah ada unsur fitnah, penghinaan, asusila, kebencian SARA, dan itu semua tindak pidana, jangan dimanipulasi sebagai kritik dan kebebasan berpendapat.
UUD kita juga tidak menganut kebebasan membabi buta seperti itu tapi kebebasan yang dibatasi, apalagi media sosial itu ruang publik bukan ruang privat, semua ada aturan dan etika, tidak hanya di dunia nyata termasuk di dunia maya.
Maka keberadaan VP ini harus dipertahankan dan didukung semua pihak, mesti diakui karena jauh lebih humanis dan mengedukasi bahkan bayangkan masih memberikan peluang mediasi dalam proses hukumnya.
Ingat, sosial media adalah ruang publik, banyak yang lupa, meski akun adalah “hak milik pribadi”, meski kita postingnya sendirian di WC, tetap saja media sosial adalah ruang publik.
Saat kita posting sesuatu di Facebook di tempat paling sunyi pun, ada teman-teman Facebook kita yang membacanya. Saat kita nge-tweet sesuatu di kamar sendirian pun, ada sekian banyak follower yang membacanya. Ada orang lain, bukan hanya kita, yang ikut membaca, melihat dan mendengar (jika ada suaranya apapun yang kita lakukan di media sosial.
Media sosial adalah ruang publik.
Maka saat kita bertingkah seolah itu ruang privat, itulah awal malapetaka yang membawa kita ke berbagai persoalan sosial (dihujat banyak orang, bahkan dibully), bahkan hingga ke persoalan hukum pidana (diancam dengan UU-ITE pasal 27 tentang pencemaran nama baik).
Karena media sosial itu ruang publik, maka bertingkah-lakulah sebagaimana kita berada di ruang publik. Pada saat mau posting atau nge-tweet, ingatlah, di hadapanmu ada orang lain yang menyaksikan.
Boleh saja nge-tweet atau posting secara spontan untuk hal-hal yang biasa-biasa saja. Namun, karena ada beberapa hal yang perlu dipikir dulu sebelum ditumpahkan ke publik, terutama jika hal tersebut berpotensi menyinggung orang lain atau institusi.
Karena media sosial itu ruang publik, maka etika dan hukum di media sosial sama saja dengan etika sosial dan hukum yang berlaku dalam kehidupan kita sehari-hari.
Namun demikian yang lebih penting kita berharap, semoga VP tetap bisa menjaga netralitas dan obyektifitas aparat dalam menjalankan tugas serta kontrolnya. Tentu kita berharap VP juga dapat menjangkau seluruh pengguna medsos di Indonesia yang totalnya hampir hari ini mencapai 197 jtan pengguna.
– Semoga Bermanfaat –

Temukan kami juga di Google News lalu klik ikon bintang untuk mengikuti. Atau kamu bisa follow WhatsaApp Holopis.com Channel untuk dapatkan update 10 berita pilihan dari redaksi kami.

berita Lainnya
Related

Kesenjangan Komunikasi Antar Generasi

Teori generasi akhir-akhir ini semakin populer, terutama karena perbedaan mencolok antar generasi yang sering kali menyebabkan hubungan menjadi rumit dan terpolarisasi.

Apa Benar Starlink Berbahaya Bagi Indonesia ?

Oleh : Dr. Kanjeng Raden Mas Tumenggung Roy Suryo Notodiprojo / Pengamat Telematika, Multimedia, AI & OCB, sekaligus Magister Kesehatan Masyarakat (Public Health) UGM Asli.

Prof Salim Said, Tokoh Pers yang Meninggal di Tengah Revisi UU Penyiaran

Oleh : Dr. Kanjeng Raden Mas Tumenggung Roy Suryo Notodiprojo / Oleh : Dr. Kanjeng Raden Mas Tumenggung Roy Suryo Notodiprojo / Mantan Ketua 1 Korps Mahasiswa Komunikasi (1990-1991) UGM asli di Jogja.
Prabowo Gibran 2024 - 2029
Ruang Mula

Berita Terbaru