HOLOPIS.COM, JAKARTA – Pendiri lembaga survei KedaiKOPI, Hendri Satrio, mengungkapkan bahwa media sosial menjadi instrumen yang tidak dipercaya publik dalam kampanye. Sementara media konvensional, menjadi medium paling terpercaya masyarakat.
“Bahkan, suka atau tidak suka, selain TV, yang bisa diandalkan dan efektif ialah baliho-baliho. Jadi tidak bisa hanya mengandalkan media digital, selain tentunya harus dilihat dulu ceruk pemilihnya,” kata Hendri dalam sebuah webinar nasional, (29/7).
Menurutnya, kampanye di media sosial tidak memberikan dampak signifikan pada elektabilitas partai politik maupun politisi.
Pengamat politik itu menyebutkan, bahwa berdasarkan data anak muda pengguna media sosial saat ini belum menjadi pemilih yang independen dan masih terpengaruh orang lain.
“Anak-anak yang baru mencoblos di 2024, pada saat memilih dipengaruhi pilihan orang lain, misalnya orang tua mereka,” jelasnya.
Di sisi lain, politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mardani Ali Sera berpandangan bahwa beraktifitas di media sosial dapat lebih mudah dan efektif menjangkau audiens.
“Digitalisasi menjadi cara mudah untuk mempengaruhi audiens. Lewat media sosial yang saya punya, saya dengan mudah menjangkau orang di daerah saya, dan juga lebih efektif,” ujarnya.
Pada tahun 2019 lalu, PKS lebih banyak mengalokasikan dana untuk membuat e-spanduk dan e-flyer daripada baliho konvensional.
Akan tetapi, Mardani menegaskan bahwa ‘pasukan darat’ tidak bisa dikesampingkan, kelompok tersebut harus memastikan orang yang suka untuk memilih PKS.
Senada dengan PKS, Politisi Golkar Pilar Saga Ichsan mengatakan, bahwa kampanye digital bisa menjangkau pemilih dengan lebih mudah melalui media sosial.
“Pengalaman di Tangerang Selatan, dimana sebagian besar telah menggunakan media sosial, itu kami maksimalkan untuk meraup suara. Namun tetap harus dengan strategi, karena media sosial menyesuaikan dengan karakteristik, usia, pendidikan, akan berbeda” pungkas Pilar.