HOLOPIS.COM, JAKARTA – Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menilai adanya kejanggalan dalam pengusutan peristiwa pelanggaran HAM berat di Paniai, Provinsi Papua.

Organisasi pejuang hak asasi manusia (HAM) itu juga menyoroti ketidakseriusan Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam menangani tragedi yang menewaskan 5 orang itu.

“KontraS menyesalkan abainya Kejaksaan Agung untuk menindaklanjuti sejumlah catatan publik utamanya para penyintas dan keluarga korban peristiwa Paniai. Buruknya kualitas penyidikan peristiwa Paniai ditandai sejumlah kejanggalan,” tulis KontraS dalam akun Twitter resminya @KontraS, seperti dikutip Senin (25/7).

Kejanggalan pertama adalah penetapan tersangka tunggal (IS) dalam kasus ini. Padahal menurut Komnas HAM, setidaknya ada beberapa kategori pelaku yang perlu diusut, yakni Komando Pembuat Kebijakan, Komando Efektif di Lapangan, Pelaku Lapangan, dan Pelaku Pembiaran.

Menurut KontraS, dengan ditetapkannya 1 orang tersangka, menunjukan ketidakmampuan dan keengganan lembaga berwenang tersebut dalam mengusut peristiwa Paniai.

“Terdakwa IS hanya dijadikan ‘kambing hitam’ dan pengadilan HAM atas peristiwa Paniai hanya diproyeksikan sebagai bahan pencitraan Pemerintahan Presiden Joko Widodo yang belum melaksanakan janji dan tanggung-jawabnya menuntaskan pelanggaran HAM berat di Indonesia,” lanjutnya.

Selanjutnya dalam penyidikan kasus ini dianggap tidak transparan dan akuntabel karena tidak adanya keterlibatan penyidik ad hoc serta penyintas dan keluarga korban.

Kemudian, hak para korban, penyintas, dan keluarga korban belum dipenuhi Kejagung, dimana seharusnya sudah terjalin koordinasi antara lembaga peradilan itu dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dalam rangka memberikan perlindungan dan pemulihan korban.

Perlu diketahui, peristiwa Paniai pada 2014 bermula pada aksi protes terhadap pengeroyokan aparat TNI kepada pemuda di Lapangan Karel Gobai, Enarotali, Paniai. Peristiwa tersebut berujung pada kasus pelanggaran HAM berat berupa penembakan dan penganiayaan oleh TNI kepada masyarakat Papua yang menewaskan 4 siswa dan 1 pemuda, serta 21 orang luka-luka.