HOLOPIS.COM, JAKARTA – Penetapan tanggal 14 Juli pada setiap tahunnya sebagai Hari Pajak bukanlah tanpa alasan. Terdapat sejarah panjang yang melatarbelakangi penetapan hari tersebut.

Sebagaimana dilansir dari Keputusan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) No. KEP-313/PJ/2017, tanggal 14 Juli 1945 sebagai Hari Pajak. Penetapan hari tersebut sebagai bentuk penghormatan terhadap sejarah perjalanan organisasi perpajakan di Indonesia.

“Dalam rangka penghormatan terhadap sejarah perjuangan bangsa, menguatkan jati diri organisasi DJP, serta memotivasi pengabdian para pegawai DJP kepada Tanah Air Indonesia, perlu menetapkan 14 Juli 1945 sebagai Hari Pajak yang diperingati di lingkungan DJP,” bunyi pertimbangan Keputusan DJP tersebut.

Sejarah penetapan Hari Pajak
Momentum bersejarah penetapan Hari Pajak merujuk pada sebuah catatan dalam dokumen otentik Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang merupakan koleksi milik seorang pegawai gunseikan atau pemerintahan militer, Abdoel Kareem (AK) Pringgodigdo, yang pada masa itu bertugas mengikuti jalannya sidang BPUPKI.

Catatan itu berisi notulensi dari perjalanan sidang BPUPKI yang sempat hilang lantaran dirampas oleh Belanda ketika kembali ke Yogyakarta pada tahun 1946 silam. Namun, pada September 2017, Arsip Nasional RI akhirnya membuka secara terbatas dokumentasi tersebut.

berdasarkan penelusuran dokumen tersebut menunjukkan sejarah mengenai pajak sangat erat kaitannya dengan proses pembentukan negara, yakni pada masa-masa sidang BPUPKI. Dimana kata pajak sendiri pertama kali disebut oleh Ketua BPUPKI, Radjiman Wedyodiningrat dalam suatu sidang panitia kecil yang membahas perihal keuangan negara.

Sidang tersebut dilaksanakan dalam masa reses BPUPKI setelah pidato terkenal dari Presiden Pertama Indonesia, Soekarno yang dibacakan pada 1 Juni 1945. Dalam sidang tersebut, Radjiman mengemukakan lima usulan. Pada butir keempat usulan tersebut dinyatakan “pemungutan pajak harus diatur hukum”.

Kemudian, kata pajak kembali muncul dalam Rancangan Undang-Undang Dasar (UUD) kedua yang disampaikan pada tanggal 14 Juli 1945. Lebih tepatnya, dalam Bab VII Hal Keuangan – Pasal 23 butir kedua dinyatakan “segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang”.

Sejak 14 Juli 1945 itu, pajak menjadi salah satu topik yang terus masuk dalam pembahasan UUD 1945. Pajak bahkan mendapat pembahasan khusus pada 16 Juli 1945 dengan merincinya sebagai sumber-sumber penerimaan utama negara dan menjadi isu utama sidang.

Berlatar belakang sejarah tersebut maka tanggal 14 Juli 1945 itulah yang diacu sebagai Hari Pajak. Momentum tersebut mengandung nilai luhur dan semangat perjuangan untuk menopang kehidupan bangsa Indonesia.