HolopisPolhukamGurun SEMMI Ingatkan UU BUMN Tak Boleh Lemahkan Kinerja KPK

Gurun SEMMI Ingatkan UU BUMN Tak Boleh Lemahkan Kinerja KPK

Namun terkait penerapan pemberantasan korupsi, dalam hukum ada asas 'lex spesialis derogat legi generali', aturan yang khusus meniadakan aturan yang umum.

JAKARTA – Direktur LBH PB SEMMI, Gurun Arisastra mengingatkan agar jangan sampai ada regulasi yang menghalangi aparat penegak hukum termasuk KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) untuk menindak pelaku tindak pidana korupsi di Indonesia.

Hal ini disampaikan untuk merespons keresahan publik atas terbitnya UU Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN yang dinilai memberikan imunitas kepada petinggi BUMN, seperti jajaran Direksi, Komisaris, hingga Dewan Penasihat.

“Jika memang betul itu yang termuat dalam aturan BUMN, saya sayangkan adanya aturan tersebut,” kata Gurun kepada Holopis.com, Sabtu (10/5/2025).

Ia menegaskan bahwa UU KPK telah memberikan payung hukum kepada lembaga antirasuah tersebut untuk menjerat siapa pun penyelenggara negara yang diduga hingga melakukan praktik tindak pidana korupsi dan sejenisnya.

Sayangnya, disebutkan di dalam UU BUMN yang baru, jajaran Direksi, Komisaris, hingga Dewan Penasihat bukanlah masuk kategori penyelenggara negara, sekalipun ia ditunjuk dan dilantik oleh Kementerian BUMN.

“Apalagi korupsi merupakan kejahatan kerah putih yang masuk dalam kejahatan luar biasa, tentu UU KPK menjadi garda terdepan penegakan hukum dan tidak boleh dihambat,” ujarnya.

Dalam perspektif hukumnya, kasus tindak pidana korupsi dapat dikategorikan sebagai tindak pidana kejahatan ekstra ordinary. Dengan demikian, UU KPK yang bersifat khusus seharusnya tidak boleh dilemahkan dengan aturan baru yang lebih umum.

“Namun terkait penerapan pemberantasan korupsi, dalam hukum ada asas ‘lex spesialis derogat legi generali’, aturan yang khusus meniadakan aturan yang umum,” tegasnya.

Oleh sebab itu, kata Gurun, ketika ada jajaran Dewan Direksi, Dewan Komisaris, maupun Dewan Penasihat BUMN yang diduga melakukan dan bisa dibuktikan bahwa ia melakukan tindak pidana korupsi dan suap, apalagi sampai menimbulkan kerugian negara, maka orang tersebut sangat dapat dijerat dengan UU KPK.

“UU KPK merupakan aturan khusus dalam tindak pidana korupsi, artinya jika ada aturan umum yang bertentangan dengan UU KPK, itu bisa dikesampingkan sepanjang diberlakukan penegakan hukum atas terjadinya kerugian negara,” pungkasnya.

Sebelumnya diberitakan Sobat Holopis, bahwa UU BUMN yang baru telah menerapkan kategori, bahwa dewan direksi, komisaris, dan dewan penasihat BUMN bukanlah penyelenggara negara. Hal ini termaktub di dalam Pasal 9G UU Nomor 1 Tahun 2025, yang berbunyi ;

Anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara.

Bahkan lebih dari itu, dalam sebuah proses hukum, tiga komponen petinggi BUMN tersebut tidak dapat dipanggil atau diminta keterangannya dalam sebuah kasus hukum sepanjang tidak dapat dibuktikan keterlibatannya. Hal ini termaktub di dalam Pasal 9H Ayat (1) huruf a dan b.

Berikut adalah bunyi Pasal 9H Ayat (1) huruf a dan b UU Nomor 1 Tahun 2025 ;

(1) Anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan anggota Dewan Pengawas tidak berwenang mewakili BUMN, jika:

a. terjadi perkara di depan pengadilan antara BUMN dan anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris, atau anggota Dewan Pengawas yang atau

b. anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, atau anggota Dewan Pengawas yang bersangkutan mempunyai kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan BUMN.

WhasApp Channel

Ikuti akun WhatsApp Channel kami untuk mendapatkan update berita pilihan setiap hari.

Berita Terbaru

Berita Terkait