JAKARTA – Tren penggunaan layanan Buy Now Pay Later (BNPL) atau paylater di Indonesia semakin meningkat. Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga PVML Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Agusman, mengungkapkan bahwa pembiayaan paylater pada Maret 2025 naik signifikan sebesar 39,3 persen secara tahunan (year-on-year).
“Untuk pembiayaan Buy Now Pay Later (BNPL/paylater) oleh perusahaan pembiayaan pada bulan Maret 2025 meningkat sebesar 39,3 persen year-on-year… atau menjadi sebesar Rp8,22 triliun,” ujar Agusman dalam konferensi pers, yang dikutip Holopis.com, Jumat (9/5).
Meski kenaikan ini lebih rendah dibanding Februari 2025 yang sempat mencatat pertumbuhan 59,1 persen yoy, namun tetap menunjukkan bahwa minat masyarakat menggunakan paylater masih tinggi.
BACA JUGA
Kabar baiknya, kualitas pembiayaan juga ikut membaik. Tingkat pembiayaan bermasalah atau Non-Performing Financing (NPF) tercatat menurun dari 3,68 persen di Februari menjadi 3,48 persen pada Maret 2025.
Sementara itu, sektor fintech peer-to-peer (P2P) lending juga mencatatkan pertumbuhan positif. Outstanding pembiayaan mencapai Rp80,02 triliun atau tumbuh 28,72 persen yoy. Namun, angka ini juga sedikit menurun dibanding pertumbuhan Februari sebesar 31,06 persen yoy.
Agusman menambahkan bahwa risiko kredit macet dalam sektor fintech lending tetap terjaga dengan baik. “TWP90 tercatat di posisi 2,77 persen, lebih baik dibandingkan tingkat TWP90 pada Februari 2025 yang sebesar 2,78 persen,” jelasnya.
Untuk perusahaan modal ventura, meskipun sempat mengalami kontraksi 0,34 persen yoy pada Maret 2025, kondisinya masih membaik dibanding Februari yang mencatat kontraksi 0,93 persen. Total nilai pembiayaan di sektor ini juga naik dari Rp16,34 triliun menjadi Rp16,73 triliun.
Piutang pembiayaan oleh perusahaan pembiayaan juga mengalami pertumbuhan sebesar 4,6 persen yoy menjadi Rp510,97 triliun. Namun, ini lebih rendah dibanding pertumbuhan Februari yang mencapai 5,92 persen yoy. Pertumbuhan ini didorong oleh pembiayaan modal kerja yang naik 11,07 persen yoy, serta profil risiko yang tetap terjaga.
Rasio NPF gross tercatat menurun menjadi 2,71 persen dari sebelumnya 2,87 persen di Februari. Sedangkan rasio NPF nett turun dari 0,92 persen menjadi 0,80 persen.
Meski demikian, rasio utang terhadap modal (gearing ratio) perusahaan pembiayaan tercatat naik tipis menjadi 2,26 kali dari sebelumnya 2,20 kali. Namun angka ini masih jauh di bawah batas maksimum yang ditetapkan, yaitu 10 kali.
Dalam sektor koperasi jasa keuangan (open loop), Agusman menjelaskan bahwa dari 21 koperasi yang pengaturannya kini berada di bawah OJK, total aset tercatat sebesar Rp335,57 miliar, dengan pembiayaan yang telah disalurkan mencapai Rp210,71 miliar.
“Saat ini satu dari tiga koperasi open loop yang belum berizin di OJK, sedang dalam proses pengajuan izin usaha sebagai LJK (Lembaga Jasa Keuangan),” ujarnya.