JAKARTA – Kementerian Agama (Kemenag) memperkuat komitmennya dalam meningkatkan kualitas pelayanan bagi jemaah haji khusus tahun ini. Fokus utama diarahkan pada aspek perlindungan menyeluruh, mulai dari kesiapan fasilitas kesehatan hingga ketersediaan asuransi yang benar-benar bisa digunakan, bukan sekadar formalitas administratif.
Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Kemenag, Nugraha Stiawan menyampaikan bahwa mayoritas jemaah haji khusus merupakan kalangan lanjut usia atau individu dengan kebutuhan khusus, sehingga memerlukan perhatian yang lebih intensif.
Menurutnya, pelayanan kepada mereka harus mengedepankan kesiapan sistemik, bukan hanya kelengkapan dokumen atau jadwal keberangkatan.
BACA JUGA
- PPIH Arab Saudi Keluarkan Edaran soal Penggabungan Pasangan Jemaah Terpisah di Makkah
- Gelombang II Dimulai, 14 Kloter Tiba di Jeddah
- Kemenag Imbau Jemaah Haji Perhatikan Pola Makan, Lihat Tanggal di Kemasan
- Kemenkes Imbau Jemaah Haji Waspada Covid di Arab Saudi
- Pelayanan Haji Optimal, Petugas Bakal Full Senyum ke Jemaah
“Salah satu kewajiban Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) yang kami tekankan adalah kerja sama resmi dengan rumah sakit di Arab Saudi,” tegas Nugraha dalam konferensi pers operasional haji hari kesembilan di Jakarta, yang dikutip Holopis.com, Jumat (9/5).
“Kami masih menemukan kasus jemaah bingung saat jatuh sakit karena tidak ada rujukan jelas, tidak ada dokter pendamping, dan asuransi belum bisa langsung digunakan,” imbuhnya.
Ia juga menegaskan pentingnya setiap PIHK memiliki rencana penanganan darurat yang jelas dan bisa dijalankan kapan saja. Hal ini mencakup kepastian akses ke rumah sakit, kesiapsiagaan dokter pendamping, dan sistem komunikasi yang siaga 24 jam.
Dalam mendukung langkah ini, Direktorat Bina Umrah dan Haji Khusus tengah menyusun standar minimal asuransi yang wajib dimiliki oleh seluruh penyelenggara haji khusus.
“Asuransi bukan sekadar lampiran dokumen. Ini harus menjadi instrumen perlindungan nyata bagi jemaah selama berada di Tanah Suci,” ujarnya.
Langkah konkret lainnya adalah penyelenggaraan Orientasi Perdana Petugas Haji Khusus yang melibatkan petugas dari 156 penyelenggara PIHK. Pelatihan ini dirancang untuk memperkuat keterampilan teknis, manajemen kondisi darurat, dan koordinasi lintas sektor.
Program orientasi ini melibatkan kerja sama dengan berbagai instansi, seperti Kementerian Kesehatan, Kementerian Luar Negeri, dan Kantor Urusan Haji (KUH) Indonesia. Nugraha menekankan bahwa semua petugas, terlepas dari institusi asalnya, harus bekerja sebagai satu kesatuan dalam memberikan pelayanan terbaik kepada para jemaah.
Sebagai informasi, kloter pertama jemaah haji khusus dijadwalkan berangkat pada 13 Mei 2025. Dari total kuota haji nasional, sebanyak 8 persen atau setara 17.680 orang merupakan jemaah kategori haji khusus.
Menutup pernyataannya, Nugraha mengingatkan seluruh pihak agar tidak melihat penyelenggaraan haji hanya dari sisi bisnis perjalanan.
“Pastikan setiap jemaah kembali dengan hati tenang, tubuh sehat, dan jiwa bersih. Karena melayani jemaah adalah bagian dari ibadah itu sendiri,” pungkasnya.