HolopisInternasionalTerpilih Jadi Paus, Ini Pandangan Politik dari Robert Francis Prevost

Terpilih Jadi Paus, Ini Pandangan Politik dari Robert Francis Prevost

JAKARTA – Robert Francis Prevost yang memilih nama Paus Leo XIV setelah terpilih menjadi pemimpin umat Katolik di seluruh dunia, resmi menggantikan Paus Fransiskus setelah diselenggarakannya konklaf di Vatikan. Paus Leo XIV merupakan paus asal Amerika Serikat pertama sepanjang sejarah.

Paus Leo XIV dikenal sebagai pemimpin Gereja Katolik yang memiliki pandangan konservatif dalam beberapa hal, namun tetap menunjukkan kepedulian terhadap isu-isu sosial dan lingkungan. Selain negara asal, mata dunia juga langsung fokus terhadap bagaimana pandangan Paus Leo XIV terhadap politik dan isu-isu sosial di dunia.

Sebelum naik ke Takhta Suci, riwayat pemilihannya, sikapnya terhadap perempuan, lingkungan, migran, dan isu LGBTQ+ menunjukkan arah pandangan politik yang menarik untuk dicermati.

Berikut ini Sobat Holopis, pandangan-pandangan politik dan isu sosial Paus Leo XIV.

Riwayat Pemungutan Suara di Pemilu Amerika Serikat

Sebelum menjadi Paus, Leo XIV yang saat itu dikenal sebagai Sean Patrick Prevost, tercatat memilih dalam pemilihan pendahuluan Partai Republik di negara bagian Illinois pada tahun 2012, 2014, dan 2016. Negara bagian Illinois tidak memberlakukan pendaftaran partai formal, namun pemilih harus memilih satu partai untuk mengikuti pemilu pendahuluan. Catatan ini menunjukkan bahwa ia memiliki kecenderungan memilih kandidat dari partai Republik. Ia juga diketahui menggunakan hak suara dalam pemilu umum, termasuk melalui surat suara pada November terakhir sebelum terpilih sebagai Paus.

Sikap terhadap Perempuan dalam Gereja

Dalam hal peran perempuan di dalam Gereja Katolik, Leo XIV memiliki posisi yang serupa dengan pendahulunya, Paus Fransiskus. Ia mendukung peningkatan kehadiran perempuan dalam jabatan-jabatan kepemimpinan dan pelayanan di Vatikan. Saat menjabat sebagai kardinal, ia juga dipercaya memimpin reformasi besar yang memungkinkan tiga perempuan untuk ikut memberi suara dalam proses seleksi uskup.

Namun, Leo XIV menegaskan bahwa ia tidak mendukung penahbisan perempuan menjadi imam. Dalam konferensi pers Vatikan pada 2023, ia menyatakan bahwa perempuan dapat memberikan kontribusi besar bagi kehidupan Gereja, namun ia menilai bahwa penahbisan bukanlah satu-satunya jalan menuju kesetaraan. Ia mengungkapkan bahwa ‘mengklerekan perempuan’ justru bisa menimbulkan persoalan baru, alih-alih menyelesaikan ketimpangan yang ada.

Kepedulian terhadap Krisis Iklim

Sebagai bagian dari komitmennya terhadap ajaran sosial Gereja, Paus Leo XIV juga menunjukkan perhatian pada isu lingkungan. Saat menjabat sebagai Uskup dan kemudian Kardinal, ia pernah menyerukan agar dunia beralih dari retorika menuju aksi nyata dalam menghadapi krisis iklim. Ia menolak dominasi manusia atas alam yang bersifat ‘tirani’, dan menekankan pentingnya hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungan.

Pandangan ini selaras dengan garis besar ajaran Paus Fransiskus dalam ensiklik Laudato Si’, yang menyerukan pertobatan ekologis dan tanggung jawab kolektif terhadap bumi.

Pandangan terhadap Komunitas LGBTQ+

Sikap Paus Leo XIV terhadap isu LGBTQ+ cenderung lebih konservatif jika dibandingkan dengan Paus Fransiskus. Dalam pidatonya kepada para uskup pada tahun 2012, ia menyoroti bagaimana media Barat dan budaya populer menggambarkan keluarga alternatif, termasuk pasangan sesama jenis dengan anak angkat, secara simpatik. Ia mengkritik fenomena tersebut sebagai bentuk normalisasi nilai-nilai yang dianggap bertentangan dengan ajaran Injil.

Pernyataannya ini menandakan kehati-hatian dalam menyikapi perkembangan budaya dan hukum yang lebih inklusif terhadap kelompok LGBTQ+, walau tidak secara langsung mengomentari kebijakan pastoral kepada individu dalam komunitas tersebut.

Komitmen terhadap Isu Migran

Paus Leo XIV menunjukkan perhatian besar terhadap isu migrasi, terutama selama pelayanannya di Amerika Latin. Ia dikenal membantu dan mendampingi para migran asal Venezuela yang mencari perlindungan di Peru, negara tempat ia bertugas sebelum menjadi Paus. Kesaksian dari rekan kerjanya menyebutkan bahwa ia aktif memberikan bantuan dan menunjukkan empati terhadap kesulitan para migran.

Keterlibatannya ini mencerminkan kesinambungan kepemimpinan Gereja Katolik dalam membela hak dan martabat para pengungsi dan pencari suaka, sebagaimana telah ditekankan pula oleh Paus Fransiskus dalam berbagai kesempatan.

WhasApp Channel

Ikuti akun WhatsApp Channel kami untuk mendapatkan update berita pilihan setiap hari.

Diedit & Dipublikasikan oleh:
  • Achmad Husin Alifiah ( Redaktur ) Jumat, 9 Mei 2025 - 15:11 WIB (3 hari lalu)
Hari Raya Waisak 2025 / 2569 BE

Berita Terbaru

Berita Terkait