JAKARTA – Mantan Direktur Utama PT Taspen (Persero) Antonius Nicholas Stephanus Kosasih dan mantan Direktur Utama PT Insight Investment Management (PT IIM) Ekiawan Heri Primaryanto tak lama lagi segera duduk di kursi pesakitan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Hal ini menyusul telah rampungnya proses penyidikan kasus dugaan korupsi investasi fiktif PT Taspen (Persero) tahun anggaran 2019 yang menjerat keduanya sebagai tersangka.
“Pada hari ini Rabu (7/5), Penyidik telah melakukan pelimpahan barang bukti serta dua tersangka kepada Penuntut Umum. Hal ini berarti bahwa berkas perkara pada proses penyidikan telah dinyatakan lengkap,” ucap Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo dalam keteranganya seperti dikutip Holopis.com, Rabu (7/5/2025).
Selanjutnya, kata Budi, Tim Penuntut Umum akan menyusun surat dakwaan dan selanjutnya melimpahkan berkas perkara ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. “Penuntut Umum pada KPK memiliki waktu 14 hari untuk melimpahkan berkas perkara tersebut ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi,” kata Budi.
BACA JUGA
- Mahfud MD Ingatkan Kepala Daerah dari PDIP Jangan Tergiur Korupsi
- KPK Sita Dokumen – Uang dari Geledah Rumah Robert Bonosusatya
- KPK Masih Maju Mundur Tangkap Harun Masiku
- KPK Pastikan Penyelewengan Dana Tambahan Parpol dari APBN Bisa Dipidana
- Keburu Disita KPK, Ridwan Kamil Belum Icip Hasil Restorasi Mercedes Benz 280 SL
KPK sebelumnya memperkirakan kerugian negara akibat investasi fiktif ini mencapai Rp 200 miliar. Teranyar, kerugian negara akibat investasi fiktif PT Taspen (Persero) berdasarkan hasil kalkulasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tembus mencapai Rp 1 triliun.
“Kerugian Negara pada perkara ini mencapai Rp 1 triliun. KPK menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada BPK RI atas dukungan dalam perhitungan kerugian negara. KPK akan mencermati setiap fakta-fakta yang ada dalam setiap proses persidangan nanti,” ungkap Budi.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan eks Direktur Utama PT Taspen (Persero) Antonius NS Kosasih dan eks Direktur Utama PT Insight Investment Management (PT IIM) Ekiawan Heri Primaryanto, sebagai tersangka kasus ini. Keduanya telah ditahan KPK.
KPK menduga ANS Kosasih dan Ekiawan melakukan korupsi terkait penempatan sana investasi PT Taspen sebesar Rp 1 triliun pada reksa dana RD I-Next G2 yang dikelola Insight Investment Management. Selain merugikan negara, KPK menduga korupsi investasi fiktif di PT Taspen juga menguntungkan sejumlah pihak.
Di antaranya, PT Insight Investment Management, PT VSI, PT PS, dan PT SM. Berdasarkan informasi PT VSI merujuk pada PT KB Valbury Sekuritas, PT PS pada PT Pacific Sekuritas, dan PT SM pada PT Sinarmas Sekuritas.
Adapun dugaan rasuah itu bermula dari kegiatan investasi Taspen dari program dana Tabungan Hari Tua (THT) pada Juli 2016. Investasi itu untuk pembelian Sukuk Ijarah TSPF II sebesar Rp 200 miliar yang diterbitkan oleh saat itu emiten PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk. atau TPSF (SIASIA02).
Namun, Pefindo selang dua tahun setelah itu mengeluarkan peringkat tidak layak untuk diperdagangkan atas sukuk ijarah TPSF SIAISA02 idD lantaran Gagal Bayar Kupon. Hal itu memicu proses pengajuan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan dinyatakan sebagai PKPU tetap terhadap PT SM pada Agustus 2018.
Antonius Kosasih lalu diangkat sebagai Direktur Investasi Taspen pada Januari 2019. Lalu terjadi pembahasan opsi perdamaian PKPU pada April.
Antonius Kosasih saat itu menyampaikan kepada Direktur Utama Taspen saat itu bahwa opsi terbaik adalah mengkonversi sukuk ijarah TPSF ke reksadana. Antonius lalu diduga bertemu dengan Direktur Utama PT IIM saat itu yakni Ekiawan pada Mei 2019 guna membahas skema optimalisasi Sukuk TPSF II sebagai bond universe, alias daftar portofolio yang layak investasi.
Caranya, dengan mekanisme optimalisasi RD InextG2. Padahal, Sukuk SIASIA02 idD yang gagal bayar dan dalam kondisi PKPU masuk kategori tidak layak investasi atau risiko tinggi.
Hal ini bertentangan dengan ketentuan Akta Kontrak Investasi Kolektif Reksadana Inisght Tunas Bangsa Balanced Fund 2 (I-Next G2) pada pasal 6 tentang kebijakan investasi angka 6.3 huruf iv yang berbunyi “Efek Bersifat Utang dan/atau Efek Syariah Berpendapatan Tetap yang ditawarkan tidak melalui penawaran umum dan telah mendapat peringkat dari Perusahaan Pemeringkat Efek yang terdaftar di OJK dan masuk dalam kategori layak investasi (investment grade).
Taspsan pada hari yang sama menyetujui proposal perdamaian secara penuh Rp 200 miliar dengan tenor 10 tahun dan bunga 2%, Antonius. Sejumlah direksi Taspen lainnya disebut bertemu dengan tersangka Ekiawan. Saat itu, pihak Taspen meminta PT IIM mengajukan konsep optimalisasi Sukuk Ijarah TPSF II.
Komite Investasi Taspen pada Mei 2019 lalu membahas dalam suatu rapat bahwa TPSF tidak pailit karena karena kreditur setuju dengan proposal perdamaian TPSF. PT IIM pada hari yang sama mengajukan proposal penawaran optimalisasi Reksadana I-NextG2.
KPK menduga perbuatan Antonius melawan hukum karena memilih manajer investasi PT IIM sebelum adanya penawaran.
Pada Mei 2019, keputusan rapat Komite Investasi Taspen memutuskan bahwa optimalisasi aset investasi melalui reksadana dan memilih PT IIM karena satu-satunya Manajer Investasi yang memiliki cangkang yang siap. Lalu, Taspen melakukan optimalisasi obligasi Sukuk Ijarah TPSF melalui investasi instrumen reksadana campuran Insight Tunas Bangsa Balanced Fund 2 sebesar Rp 1 triliun.
Taspen melalukan subscribe unit penyertaan Reksadana I-NextG2 sebesar Rp 1 triliun dengan harga per unit penyertaan Rp 1.003,2 per jumlah unit penyertaan 996.694.959,51. Hal itu melawan ketentuan kebijakan perseroan sendiri terkait dengan penanganan sukuk dalam perhatian khusus, yakni harus menahan untuk tidak diperjualbelikan (hold and average down).
Kemudian, Taspen melakukan penjualan SIASIA 02 di harga PAR dengan bunga akrual melalui PT SS dengan total transaksi Rp 228,7 miliar. PT SS lalu menjual SIASIA 02 ke lima reksadana lain pada hari yang sama sukuk turut dijual ke PT PS dengan harga 100.04%.
PT IIM juga menginstruksikan PT VS untuk membeli sukuk PTSF dari PT Pacific Sekuritas dengan harga 100.08% kemudian menjual ke RD I-NEXT G2 seharga 67%. Adapun total nilai transaksi itu yakni Rp142,7 miliar. Namun, transaksi itu merugikan PT VS sebesar Rp 87 miliar.
Sebagai gantinya, PT IIM menginstruksikan PT VS melakukan seolah-olah ada jual beli saham dengan pembayaran netting sebesar Rp 87 miliar. Akibat transaksi pemindahan Sukuk TPSF atau SIASIA 02 itu, Reksadana I-NEXTGEN 2 pada 31 Oktober 2019 telah mencapai titik terendah. Sebab, Reksadana telah merealisasikan obligasi/sukuk AISA dengan nominal Rp 200 miliar dengan harga penjualan sekitar 3-5%.
Dalam pengusutan kasus ini, Tim penyidik KPK telah menyita sejumlah bukti terkait kasus dugaan korupsi investasi fiktif di PT Taspen (Persero). Di antaranya berupa barang bukti elektronik, sejumlah dokumen, hingga uang senilai Rp 2,4 miliar.
Uang Rp 2,4 miliar itu disita penyidik pada 31 Oktober 2024. Uang tersebut merupakan fee broker atas kegiatan investasi PT Taspen dengan Manager Investasi yang tidak sesuai dengan ketentuan.
Selain uang, penyidik KPK juga telah menyita dokumen-dokumen, surat dan barang bukti elektronik (BBE) yang diduga punya keterkaitan dengan perkara Investasi PT. Taspen (Persero) Tahun Anggaran 2019 ini. Bukti itu merupakan temuan dari kegiatan penggeledahan di tiga lokasi pada 30 Oktober 2024 dan 31 Oktober 2024.
Adapun tiga lokasi itu yakni kantor yang terafiliasi dengan PT Insight Investments Management (IIM). Kantor itu berlokasi di wilayah SCBD Jakarta.
Lalu, rumah salah satu Direksi PT IIM yang berlokasi di Koja Jakarta Utara dan rumah salah satu mantan Direktur PT Taspen di Jakarta Selatan.
KPK juga telah menggeledah sejumlah tempat. Di antaranya, kantor PT Taspen dan kantor PT Insight Investments Management.
Diketahui, sejumlah pihak sekuritas telah diagendakan diperiksa tim penyidik KPK. Di antaranya, Direktur PT Binartha Sekuritas Adi Indarto Hartono; mantan Direktur Keuangan dan Operasional PT Sinarmas Sekuritas Ferita; dan Direktur Utama PT Pacific Sekuritas Indonesia, Edy Soetrisno (ES).