JAKARTA – KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) didesak mengusut dugaan kredit macet sekitar Rp 1 triliun di Bank Pembangunan Daerah Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara (BPD Kaltim-Kaltara). Pasalnya diduga terjadi penyimpangan dalam persetujuan pemberian fasilitas kredit.
Temuan KPK per 10 Juni 2024 menyebut Rp 400 miliar di antaranya berstatus kolektibilitas 5 atau macet total. Diduga indikasi tindak pidana korupsi melibatkan tokoh politik Kaltim HHM dan F.
“Diduga ada penyimpangan dalam persetujuan pemberian fasilitas kredit kepada PT. HB sebesar Rp 235,8 miliar. KPK harus bergerak cepat mengusut kasus ini antara lain mempertimbangkan family H.HM kini terpilih menjadi Kepala Daerah diwilayah Kaltim yang berkedudukan sebagai wakil pemegang saham PT. BPD Kaltim-Kaltara,” ungkap Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, dalam keterangannya kepada wartawan, seperti dikutip Holopis.com, Senin (5/5/2025).
BACA JUGA
- KPK Dalami Proses dan Hasil Due Diligence Akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh ASDP Indonesia Ferry
- KPK Sita Dokumen – Uang dari Geledah Rumah Robert Bonosusatya
- KPK Masih Maju Mundur Tangkap Harun Masiku
- KPK Pastikan Penyelewengan Dana Tambahan Parpol dari APBN Bisa Dipidana
- Keburu Disita KPK, Ridwan Kamil Belum Icip Hasil Restorasi Mercedes Benz 280 SL
MAKI sebelumnya telah melaporkan indikasi dugaan rasuah itu ke KPK. Sementara itu, Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur menyebut laporan MAKI sedang ditelaah pihaknya.
“Kami akan lakukan pendalaman sejak awal diberikannya persetujuan atas kredit yang yang diberikan kepada PT. Hasamin Bahar Lines untuk mengkonfrimasi apakah benar ada perbuatan melawan hukum, hingga berstatus macet kolektifibilitas 5,” kata Asep saat dikonfirmasi wartawan.
Berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2018, sebut MAKI, diduga terjadi pelanggaran dalam persetujuan kredit Rp 235,8 miliar itu. Di antaranya, diduga menyimpang dari UU Perbankan dan peraturan BI; pelanggaran SOP perkreditan BPD Kaltim; dan penggunaan laporan keuangan palsu dari PT HB.
Diduga kredit yang disetujui Januari 2011 untuk pembelian 10 tugboat dan 10 tongkang berukuran 300 feet itu sejak awal bermasalah lantaran tidak ada kontrak dengan pembuat kapal. Selain itu diduga tidak memenuhi syarat agunan serta tidak ada studi kelayakan.
Ada sejumlah fakta yang ditemukan Maki. Di antaranya, agunan senilai Rp 14,5 miliar dikembalikan ke pemilik meski kredit macet; pada 2019 HHM ‘menghilang’ dari dari jajaran direksi dan pemegang saham PT HB; serta kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 400 miliar.
Menurut MAKI, adanya sejumlah indikasi dugaan perbuatan melawan hukum atau pelanggaran itu harus dimintakan pertanggunjawabannya secara hukum. Apalagi, dugaan tersebut bisa dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi dan pencucian uang.
“Tempus (waktu, red) dugaan penyimpangan dalam pemberian fasilitas kredit kepada PT. HB sebesar Rp 235,8 miliar terjadi ketika pada era HHM,” tandas Boyamin.