HolopisRagamKiai Cholil Kasih Paham Dedi Mulyadi soal Vasektomi Jadi Syarat Bansos

Kiai Cholil Kasih Paham Dedi Mulyadi soal Vasektomi Jadi Syarat Bansos

JAKARTA – Usulan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang mengaitkan prosedur vasektomi dengan penerimaan bantuan sosial (bansos) menuai reaksi dari berbagai pihak, termasuk dari kalangan ulama.

Ketua Bidang Dakwah dan Ukhuwah Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Cholil Nafis, menanggapi usulan tersebut dengan tegas. Menurutnya, dalam ajaran Islam, tindakan vasektomi yang menyebabkan pemandulan permanen tidak dibenarkan.

“Islam melarang pemandulan permanen,” tegas pria yang akrab disapa Kiai Cholil tersebut melalui akun X pribadinya @cholilnafis, dikutip Holopis.com, Minggu (4/5).

Ia menjelaskan bahwa Islam hanya membolehkan pengaturan jarak kelahiran, bukan menghentikan total kemampuan reproduksi seseorang.

“Yang dibolehkan mengatur jarak kelahiran,” lanjutnya.

Kiai Cholil juga menyinggung soal kondisi pertumbuhan penduduk Indonesia yang kini cenderung melambat. Menurutnya, tidak tepat jika pencegahan kemiskinan dilakukan dengan cara membatasi kelahiran melalui pemandulan.

“Pertumbuhan penduduk kita stabil dan malah cenderung minus,” ungkapnya.

Sebaliknya, ia mendorong agar pemerintah lebih fokus menciptakan peluang kerja sebagai solusi mengatasi kemiskinan.

“Menghentikan kemiskinan itu dengan membuka lapangan kerja, bukan menyetop orang miskin lahir,” ujarnya.

Kiai Cholil pun menekankan pentingnya keberadaan dana sosial sebagai bentuk tanggung jawab kolektif terhadap kesejahteraan masyarakat.
“Inilah pentingnya dana sosial,” pungkasnya.

Fatwa MUI: Vasektomi Haram, Kecuali Ada Alasan Syar’i

Sebelumnya, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia juga telah menyatakan bahwa vasektomi hukumnya haram jika dilakukan tanpa alasan syar’i.

Ketua MUI Bidang Fatwa, KH Asrorun Ni’am Sholeh, menegaskan bahwa hal itu telah diputuskan dalam Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia IV yang digelar di Pesantren Cipasung, Tasikmalaya, pada 2012 silam.

“Kondisi saat ini, vasektomi haram kecuali ada alasan syar’i seperti sakit dan sejenisnya,” kata Ni’am, Jumat (2/5).

Ia menjelaskan bahwa dalam praktiknya, vasektomi bertujuan memutus saluran sperma, yang berarti menghilangkan potensi reproduksi secara permanen. Dalam perspektif syariat, tindakan ini tidak diperbolehkan kecuali dalam kondisi tertentu yang memenuhi syarat ketat.

Senada dengan itu, Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI, KH Abdul Muiz Ali atau Kiai AMA, menuturkan bahwa keputusan tersebut mempertimbangkan berbagai aspek, mulai dari syariat, ilmu kedokteran, hingga kaidah ushul fikih.

“Vasektomi secara prinsip adalah tindakan yang mengarah pada pemandulan, dan dalam pandangan syariat, hal itu dilarang,” ujarnya.

Meski teknologi saat ini memungkinkan rekanalisasi atau penyambungan kembali saluran sperma, Kiai AMA menilai bahwa hal itu belum bisa dijadikan dasar perubahan hukum.

“Karena hingga hari ini rekanalisasi masih susah dan tidak menjamin pengembalian fungsi seperti semula,” tandasnya.

WhasApp Channel

Ikuti akun WhatsApp Channel kami untuk mendapatkan update berita pilihan setiap hari.

Berita Terbaru

Berita Terkait