JAKARTA – Anggota Komisi I DPR RI Slamet Ariyadi turut mendesak pemerintah agar meningkatkan edukasi dan sosialisasi mengenai risiko Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) kepada masyarakat, terutama bagi mereka yang berencana bekerja di luar negeri.
Ia berharap Kementerian Luar Negeri dan para duta besar proaktif memberikan pemahaman kepada masyarakat, termasuk calon pekerja migran dan pihak penerima di negara tujuan, mengenai pentingnya prosedur legal dan perlindungan hukum.
Selain itu, legislator asal Jawa Timur ini juga menyoroti lemahnya pengawasan di sektor keimigrasian. Ia meminta agar pembuatan paspor bagi calon pekerja migran diperketat.
Tidak ada Topik serupa pekan ini.
“Jangan sampai mereka dengan mudah mendapat paspor tanpa tujuan yang jelas. Harus ada aturan dan persyaratan yang lebih ketat. Imigrasi perlu menanyakan secara detail tujuan keberangkatan. Ini demi mencegah TPPO,” kata Slamet seperti dikutip Holopis.com, Minggu (4/5/2025).
Ia menambahkan, perlindungan terhadap WNI harus berlaku baik bagi mereka yang berangkat secara legal maupun ilegal. Negara tidak boleh membeda-bedakan status hukum ketika warga negara menghadapi masalah di luar negeri.
“Prinsipnya, pencegahan TPPO harus dimulai sejak dini. Persyaratan keberangkatan ke luar negeri perlu diperketat. Jangan hanya mengandalkan informasi lowongan kerja dari luar, lalu buru-buru berangkat tanpa edukasi, tanpa pengawasa,” ujarnya.
“Ini yang menyebabkan mereka rentan menjadi korban,” tegas Slamet.
Sementara itu, Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding menyampaikan, bahwa sebanyak 95 persen korban kekerasan dan ekploitasi di luar negeri merupakan Pekerja Migran Indonesia (PMI) ilegal atau non-prosedural.
Hal ini disampaikan Karding saat mengunjungi Balai Vokasi Poliran milik Polda Banten, Kasemen, Kota Serang, Banten.
“95 persen data kami, yang mengalami kekerasan, eksploitasi, perlakuan tidak adil, bahkan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) itu adalah orang-orang yang berangkat secara non prosedural atau ilegal,” kata Karding.
Maka itu, masyarakat yang ingin bekerja di luar negeri harus dari jalur resmi. Dia mengatakan, banyak permintaan kerja dari luar negeri. Dari 1,7 juta, kata dia, baru terealisasi 297.000 pekerja.