JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto memimpin rapat terbatas bersama Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dan jajaran menteri Kabinet Merah Putih di Istana Merdeka, Jakarta, pada Rabu (30/4). Agenda utama rapat adalah pembahasan teknis pelaksanaan program Sekolah Rakyat, yang direncanakan mulai bergulir pada tahun ajaran depan.
Prabowo menekankan pentingnya perencanaan yang matang dan berbasis data dalam menjalankan program tersebut. “Presiden memberikan arahan kepada kami untuk memastikan 53 titik bisa diselenggarakan dengan perencanaan yang matang dan pelaksanaan yang berkualitas hingga kelulusan siswa,” kata Menteri Sosial Saifullah Yusuf (Gus Ipul) kepada wartawan usai rapat.
Selain itu, Prabowo juga memberi instruksi agar rekrutmen siswa dilakukan secara selektif dan bebas penyimpangan, agar program benar-benar menjangkau mereka yang membutuhkan.
BACA JUGA
- Prabowo Siap Mati-matian Jaga Aset Negara Bermodal UUD 1945 dan Pancasila
- Prabowo Ke Thailand
- Prabowo Tak Gentar Sikat Koruptor : Saya Hanya Ingin Meninggalkan Nama Baik
- Prabowo Ajak Kader TIDAR Komitmen Perbaiki Bangsa Lewat Jalur Politik
- Prabowo : Yang Menentukan Saya Maju Pilpres 2029 Hanya Tuhan dan Saya!
Pemerintah telah menetapkan 53 titik pelaksanaan Sekolah Rakyat di tahap awal. Sementara itu, 200 titik tambahan tengah dalam proses survei lokasi oleh Kementerian Pekerjaan Umum, dengan fokus pada daerah berkemiskinan tinggi dan lahan yang siap digunakan.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Abdul Mu’ti menuturkan bahwa proses rekrutmen guru akan dilakukan terintegrasi mencakup guru, kepala sekolah, dan tenaga kependidikan. Proses ini akan memanfaatkan skema guru ASN dan PPPK.
Mu’ti juga mengungkapkan bahwa kurikulum Sekolah Rakyat bersifat fleksibel dengan sistem multi-entry, multi-exit. Artinya, siswa dapat mulai dan menyelesaikan studi sesuai kesiapan dan latar belakang masing-masing, tanpa terikat waktu masuk yang seragam.
Dukungan data turut diberikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menilai program ini sebagai contoh nyata dari kebijakan berbasis bukti (evidence-based policy). Data dari SUSENAS dan DTSEN digunakan untuk memetakan wilayah prioritas, khususnya daerah dengan kantong kemiskinan dan banyak anak usia sekolah yang belum mengenyam pendidikan.
“Program ini memberikan akses pendidikan kepada anak-anak yang sebelumnya belum tersentuh sistem sekolah formal. Kami pastikan lokasi yang dipilih benar-benar sesuai kebutuhan,” jelas Amalia.