JAKARTA – Kepala Pusat Kebijakan Regional dan Bilateral, Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan Yogi Rahmayanti menyampaikan, masih ada kesenjangan dalam pengalokasian dana penanggulangan bencana.
Padahal, wilayah Indonesia memiliki indeks risiko tinggi terhadap bencana. Data BNPB menunjukkan dari 514 kabupaten dan kota, sebanyak 168 wilayah administrasi berada pada kelas indeks risiko tinggi dan sisanya pada indeks risiko sedang.
Indonesia kemudian menghadapi risiko kerugian langsung akibat bencana antara Rp20-Rp50 triliun tiap tahun. Hal ini tentunya membutuhkan pembiayaan yang besar untuk setiap fase penanggulangan bencana.
BACA JUGA
- Longsor di Kota Samarinda, Dua Warga Meninggal Dunia
- Lima Kecamatan di Kota Samarinda Terendam Banjir, Seorang Warga Meninggal Dunia
- BNPB Sebut Aktifitas Warga Aceh Barat Daya Kembali Normal Pasca Diguncang Gempa
- 58 Kepala Keluarga di Kecamatan Pilangkenceng Terdampak Banjir
- Gempa di Aceh Barat Daya, BNPB Sebut Sejumlah Rumah Alami Kerusakan
“Dana bencana makin pas-pasan. Realisasi melebihi dari alokasinya. Ada kesenjangan kebutuhan dengan dana yang tersedia,” kata Yogi dalam keterangannya pada Senin (28/4).
Menyikapi situasi ini, Yogi mengatakan, Pemerintah Indonesia telah meluncurkan strategi pembiayaan dan asuransi risiko bencana (PARB) pada 2018 lalu. Strategi PARB merupakan salah satu upaya dari pemerintah untuk mewujudkan bangsa dan masyarakat yang tangguh terhadap bencana.
“Strategi PARB ini merupakan kombinasi dari instrumen-instrumen keuangan untuk mendapatkan skema pendanaan risiko bencana yang memadai, tepat waktu dan sasaran, efektif, berkelanjutan dan transparan,” jelasnya.
Menurut Yogi Rahmayanti, tujuan strateginya yaitu meningkatkan ketangguhan dan kesiapan dalam menghadapi bencana. Ini akan menjadi solusi terhadap pendanaaan penanggulangan bencana lebih bisa berkelanjutan.
Jadi tidak hanya mengandalkan satu sumber pembiayaan yang bisa terserap dengan besarnya risiko yang ada. Sumber tersebut tadinya dari Anggaran Pendapatan Belanja Nasional. Konsep dasar PARB ini menjadi cikal bakal dicetuskannya dana bersama penanggulangan bencana.
“Kita ingin menggabungkan berbagai instrumen pendanaan penanggulangan bencana,” imbuhnya.
Dengan adanya sumber pendanaan tadi, ini tidak membebankan anggaran pendapatan belanja nasional dan daerah. Salah satu dari strategi PARB ini dengan dikeluarkan konsep dana bersama penanggulangan bencana atau Pooling Fund Bencana (PFB).
Sumber dana PFB berasal dari APBN, APBD, sumber lain yang sah, seperti hibah, klaim asuransi, hasil pengembangan hasil kerja sama dan dana perwalian. Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup selanjutnya mengelola untuk mengembangkan dana yang tersedia, yang nantinya menjadikan PFB sebagai dana suplemen dan komplemen.
BNPB mengharapkan PFB dapat segera diakses oleh kementerian/lembaga, pemerintah daerah dan kelompok masyarakat. Pada 2025 akan dilaksanakan uji coba penyaluran dana bersama di 4 kementerian/lembaga yaitu BNPB, Kemendagri, Kemensos dan Kemenkes.
Sedangkan target pada 2027 nanti, pemerintah daerah dan kelompok masyarakat diharapkan sudah dapat mengakses dana bersama ini, khususnya untuk kegiatan yang masuk dalam rencana penanggulangan bencana dan SPM sub urusan bencana yang saat ini masih memiliki kesenjangan pendanaan sehingga dapat diusulkan ke BNPB.