JAKARTA – Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian berbicara terkait maraknya aksi premanisme sejumlah organisasi kemasyarakatan alias ormas, yang dilakukan tidak sesuai dengan peraturan yang ada, khususnya pada momen-momen hari besar seperti Idul Fitri kemarin.
Untuk itu, Tito menyatakan pemerintah membuka peluang untuk melakukan revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas). Sebab menurutnya, perilaku tak terkontrol dari ormas-ormas tersebut membutuhkan mekanisme pengawasan khusus.
Tito menjelaskan, bahwa ormas awalnya dibentuk untuk menjamin kebebasan berserikat dan berkumpul, serta kebebasan dalam menyampaikan pendapat. Namun, seiring waktu, banyak ormas yang melenceng dari tujuan tersebut dan melakukan tindakan yang merugikan masyarakat.
BACA JUGA
- Operasi Pekat Lipu 2025: Polda Sulsel Amankan Ratusan Preman, Penjudi, dan Pelaku Miras
- Alarm Keras Maraknya Premanisme Berkedok Ormas
- Anggotanya Lakukan Pemerasan, Ketua Umum FBR: Jangan Rusak Nama Baik Ormas
- Polri Ajak Masyarakat Tak Ragu Lapor Jika Ada Premanisme
- Polres Bogor Amankan 23 Preman Berkedok Tukang Parkir
“Undang-undang ormasnya kami akan melakukan evaluasi. Karena kami paham dulu kan ormas itu dibuat, dibentuk untuk adanya kebebasan berserikat dan berkumpul di samping kebebasan menyampaikan pendapat,” ujar Tito di Jakarta, Jumat (25/4) seperti dikutip Holopis.com.
Tito juga menyoroti masalah pengawasan keuangan dalam ormas sebagai salah satu hal yang perlu diperhatikan. Dia menyebut alur penggunaan dana ormas bisa membuka jalan untuk menelusuri potensi penyalahgunaan yang bisa berujung pada aksi premanisme atau tindak kekerasan.
Lebih lanjut, Tito menyatakan bahwa revisi UU Ormas merupakan langkah yang bisa diambil, namun keputusan tersebut tetap berada di tangan DPR. “Nanti DPR yang membahasnya dan menjadi keputusan,” kata Tito.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Aria Bima juga mengingatkan agar pemerintah bertindak tegas terhadap ormas yang mengganggu usaha masyarakat dan merusak iklim investasi daerah.
Aria menilai bahwa UU Ormas bisa digunakan sebagai alat untuk membubarkan ormas yang sudah menyalahgunakan kewenangannya, sebagaimana yang dilakukan pemerintah terhadap Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan Front Pembela Islam (FPI) di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Aria juga menekankan pentingnya evaluasi terhadap ormas yang sudah memiliki kekuatan hukum namun justru digunakan untuk kepentingan individu dan aksi premanisme.
“Indonesia adalah negara hukum, semua tindakan harus sesuai dengan aturan yang ada,” tegas Aria pada Kamis (24/4).