JAKARTA – Negosiasi tarif antara Indonesia dan Amerika Serikat telah memasuki fase teknis, setelah serangkaian pertemuan intensif dilakukan oleh delegasi Pemerintah Indonesia dengan sejumlah pejabat tinggi Amerika Serikat. Langkah ini dilakukan sebagai respons atas kebijakan tarif resiprokal yang diterapkan oleh Pemerintah AS.
Pertemuan-pertemuan tersebut melibatkan pejabat tinggi AS seperti United States Trade Representative (USTR) Jamieson Greer, Secretary of Commerce Howard Lutnick, Secretary of Treasury Scott Bessent, dan Director of the National Economic Council Kevin Hassett. Delegasi Indonesia juga mengadakan pembahasan teknis sebagai tindak lanjut dari pertemuan tersebut.
Pemerintah Indonesia turut menggandeng pelaku usaha dan asosiasi bisnis dalam negeri untuk memperkuat posisi dalam negosiasi. Beberapa di antaranya adalah Semiconductor Industry Association (SIA), USABC, USINDO, serta perusahaan-perusahaan teknologi besar seperti Amazon, Microsoft, dan Google.
BACA JUGA
- Pemerintah Gaspol Jaga Ekonomi RI Saat Situasi Global Tak Menentu
- Joe Biden Kena Kanker Prostat Ganas, Sudah Sampai ke Tulang
- Rupiah Dibuka Melemah Awal Pekan Ini, Intip Biang Keroknya
- Kadin Yakin RI Bisa Jadi Juru Kunci Perdamaian Dagang AS-China
- Warga Palestina Kecewa dengan Pidato Trump yang Dinilai Tak Berperikemanusiaan
“Sejak pertemuan pertama dengan USTR sampai hari ini, pertemuan dengan semua stakeholder di Amerika Serikat, baik dari pihak Pemerintah, asosiasi, maupun dunia usaha. Secara keseluruhan, baik itu Pemerintah Amerika Serikat, asosiasi, maupun dunia usaha mengapresiasi langkah-langkah yang dilakukan oleh Indonesia,” ujar Menko Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto dalam Konferensi Pers, yang dikutip Holopis.com di Jakarta, Jumat (25/4).
Dalam proses negosiasi, Indonesia menawarkan proposal yang mencerminkan kepentingan nasional dengan lima fokus manfaat. Lima poin tersebut mencakup pemenuhan kebutuhan dan ketahanan energi nasional, akses pasar ekspor yang kompetitif, deregulasi untuk kemudahan investasi, penguatan kerja sama rantai pasok industri strategis, serta pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan, pertanian, dan energi terbarukan.
Negosiasi kini bergerak ke tahap lebih lanjut, dengan pembahasan teknis dijadwalkan berlangsung dalam dua minggu ke depan. Hal ini bertujuan untuk menghasilkan solusi konstruktif dan saling menguntungkan demi memperkuat kemitraan ekonomi strategis antara kedua negara.
Sebagai langkah konkret, pada 23 April 2025, delegasi Indonesia dan USTR menandatangani Non-Disclosure Agreement (NDA) sebagai dasar perundingan lanjutan dalam kerangka Bilateral Agreement on Reciprocal Trade, Investment, and Economic Security.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa Indonesia mendapatkan apresiasi atas pendekatan dialogis yang dilakukan. Proposal Indonesia juga disebut sebagai salah satu yang paling lengkap dan menggambarkan potensi kerja sama yang saling menguntungkan.
“Karena outlook pertumbuhan ekonomi dunia mengalami penurunan dan perdagangan juga, volume-nya juga akan terkena penurunan, maka tentu kita di dalam negeri, seluruh pelaku ekonomi ya kita harus bersiap-siap dan juga perlu mencari alternatif pasar baru dan karena persaingan akan semakin ketat. Tentu kita harus mendorong competitiveness ataupun bagaimana daya saing itu diperkuat. Dan yang ketiga kita perlu juga melakukan intraperdagangan yang lebih dalam dengan rekan kita di ASEAN,” pungkas Airlangga.