JAKARTA – Sekretaris Jenderal Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Dedi Hardianto memastikan akan menggelar aksi May Day 2025 dengan tetap menjaga situasi keamanan dan ketertiban masyarakat.
“Kami aksi damai, tetap kita harus damai, nggak boleh enggak,” kata Dedi kepada wartawan, Rabu (23/4/2025).
Ketertiban ini penting diwujudkan agar narasi positif keberpihakan KSBSI pada kepentingan dan nasib buruh di Indonesia dapat direspons dengan baik bukan hanya oleh pemerintah, melainkan oleh seluruh masyarakat Indonesia.
Tidak ada Topik serupa pekan ini.
“Kita ini kan perayaan, walaupun menyuarakan jam kerja bermasalah, upah bermasalah, hak-hak buruh bermasalah, kita tetap damai,” tegasnya.
KSBSI, kata dia, akan menurunkan massa dengan estimasi sekitar 1.500 hingga 2.000 orang sesuai kesepakatan sebulan yang lalu. Namun, katanya, soal gabung atau tidak bergabung, di GBK dalam peringatan MayDay 2025 yang rencananya akan dihadiri oleh Presiden Prabowo Subtianto, atau gabung dengan aliansi yang lain belum tahu. Sebab sampai dengan saat ini kata Dedi, belum ada data aliansi yang lain untuk bergabung dalam rencana aksinya.
“Belum komunikasi, masih tipis-tipis saja. Tapi pasti kita turun ke jalan,” ucapnya.
Dia melanjutkan bahwa KSBSI juga tengah melaksanakan agenda rapat konsolidasi persiapan May Day 2025. Namun hasilnya apakah akan konsisten dengan hasil rapat yang sebelumnya dilakukan bulan lalu yakni di kawasan Istana Negara atau ke GBK, pihaknya masih menunggu kesepakatan bersama.
“Kita seperti biasa May Day longmarch, kumpulnya paling tidak jauh dari patung kuda,” ujarnya.
Dalam agenda aksi pun nantinya pihaknya juga sudah menyusun isu-isu yang akan diangkat, di antaranya pengawalan UU Ketenagakerjaan. Karena menurut Dedi, berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi pada tahun 2023, harus dibuat undang-undang baru yang berkaitan dengan sektor Ketenagakerjaan tersebut.
“Lalu soal UU Tapera, kita menolak UU Tapera, menolak kata wajib. Gugatan kita tentang Tapera sedang berjalan di MK,” imbuhnya.
“Lalu soal stop PHK, lalu soal penyiapan lapangan pekerjaan oleh pemerintah, dan juga yang masih agak sulit. Kita juga berharap ada perlindungan tenaga kerja. Gak boleh ada PHK-PHK, karena ayatnya banyak, perusahaan juga begitu walaupun situasinya sulit. Yang kita coba hidupkan kembali adalah 151 UU 13 terkait perlindungan tenaga kerja,” papar Dedi.
Lalu, sambung dia, soal dana pensiun. Dimana pekerja yang di PHK tidak dapat dana pensiun. KSBSI ingin agar regulasi yakni UU Ketenagakerjaan mengakomodir Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK).
“Karena kan dana pensiun sudah dianggarkan perusahaan. Kalau dia bermasalah ya jangan juga buruh jadi masalah soal pesangonnya,” cetusnya.
Kendati demikian, kata Dedi, pihaknya akan selalu mendukung kebijakan Pemerintahan Prabowo Subianto dan berharap bisa membuka ruang untuk kaum pekerja dalam membuat Undang-Undang.
“Yang pemerintah lakukan jika baik tentu KSBSI akan mendukung. Dan di periode ini kita berharap Pemerintah kan mumpung sekarang zamannya kolaboratif, zamannya kerjasama, kita ingin Pemerintah membuka ruang untuk kaum pekerja Menyampaikan dalam membuat UU. Jangan membuat UU seperti UU Cipta Kerja,” sebutnya.
Terakhir, ia pun meminta kepada Pemerintah Pusat dan semua elemen buruh dapat duduk bersama untuk berbicara yang fundamental yang erat soal perlindungan tenaga kerja secara hukum, penegakan hukumnya, perlindungan, maupun upah.
“Kalau negara kita dukung lah. Sepanjang kebijakan pemerintah bagus maka kita akan mendukung kebijakan tersebut,” pungkasnya.