JAKARTA – Jaksa Penuntut Umum (JPU) menjatuhkan tuntutan sembilan tahun terhadap dua terdakwa perkara suap dan gratifikasi terkait vonis bebas Gregorius Ronald Tannur, Mangapul dan Erintuah Damanik. Keduanya juga dituntut hukuman denda Rp 750 juta subsidair 6 bulan kurungan.
Mangapul dan Erintuah Damanik merupakan hakim yang mengadili Gregorius Ronald Tanur dalam kasus tewasnya Dini Sera Afrianti. Tuntutan itu diberikan lantaran keduanya dinilai terbukti menerima suap dan gratifikasi terkait vonis bebas Gregorius Ronald Tannur. Perbuatan keduanya diduga melanggar Pasal 6 ayat 2 dan Pasal 12B juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
“Menuntut agar supaya majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memutuskan menyatakan Terdakwa Mangapul telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi menerima suap dan gratifikasi. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa dengan pidana penjara selama 9 tahun,” kata jaksa saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jakpus, seperti dikutip Holopis.com, Selasa (22/4).
BACA JUGA
Dalam menjatuhkan tuntutan, jaksa mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan. Untuk hal yang memberatkan, perbuatan keduanya dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam rangka penyelengaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, serta nepotisme. Perbuatan keduanya juga telah mencederai kepercayaan masyarakat, khususnya terhadap Mahkamah Agung.
Sementara hal yang meringankan, kedua terdakwa belum pernah dihukum, mempunyai tanggung jawab sebagai kepala keluarga, bersikap kooperatif mengakui perbuatannya.
Selain itu, Mangapul juga telah mengembalikan uang dari pengacara Ronald Tannur, Lisa Rachmat sebesar 36 ribu dolar Singapura. Sementara Erintuah telah mengembalikan uang dari Lisa Rachmat sebesar 115 ribu dolar Singapura.
Selain Mangapul dan Erintuah Damanik, jaksa juga menjatuhkan tuntutan terhadap terdakwa Heru Hanindyo. Hakim yang juga mengadili Gregorius Ronald Tanur itu dituntut pidana penjara selama 12 tahun. Heru juga dituntut membayar denda sebesar Rp 750 juta subsider enam bulan penjara.
Heru Hanindyo dituntut hukuman lebih tinggi lantaran dinilai paling tidak kooperatif dibanding dua rekannya tersebut. Heru dinilai tidak menunjukkan sikap kooperatif selama proses hukum dan tidak mengakui perbuatannya. Selain itu, perbuatan Heru disebut mencederai kepercayaan publik terhadap institusi peradilan.
“Terdakwa tidak bersikap kooperatif dan tidak mengakui perbuatannya,” ujar jaksa.
Adapun kasus suap ini bermula dari putusan bebas terhadap Ronald Tannur di PN Surabaya pada 2024 dalam perkara kematian Dini Sera. Ketiga hakim itu belakangan terungkap menerima suap sebesar Rp 1 miliar dalam rupiah dan SGD 308.000 atau sekitar Rp 3,6 miliar atau total senilai Rp 4,6 miliar.
Jaksa menduga suap itu diberikan ibunda Ronald Tannur, Meirizka Widjaja, dan pengacaranya, Lisa Rachmat. Meirizka dan Lisa selain itu juga disebut berupaya menyuap hakim di tingkat kasasi agar putusan bebas tetap dipertahankan.
Mereka diduga bekerja sama dengan mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar. Dalam berkas perkara terpisah, Zarof, Meirizka Widjaja dan Lisa juga telah didakwa.
Zarof didakwa dengan pasal pemufakatan jahat. Selain itu, Zarof juga didakwa menerima gratifikasi fantastis Rp 915 miliar dan 51 kg emas yang diduga berasal dari pengurusan perkara selama menjabat di MA.
MA belakangan menolak kasasi Ronald Tannur dan menjatuhkan hukuman lima tahun penjara. Hakim Agung Soesilo dalam putusan tersebut tercatat memiliki pendapat berbeda (dissenting opinion).