JAKARTA – Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso meminta agar Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto mengambil langkah strategis atas tindakan anggotanya yang tidak melaksanakan kegiatan yang sesuai dengan tugas, pokok dan fungsi utama.
Salah satunya adalah dengan melakukan tindakan penegakan hukum yang tidak melibatkan institusi yang berwenang, yakni Polri dalam upaya penindakan terhadap tindak pidana tertentu.
“Kegiatan penegakan hukum yang dilakukan oleh TNI AD tersebut tidak melibatkan pihak yang berwenang menurut Undang-Undang yaitu Polri,” kata Sugeng dalam siaran persnya yang diterima wartawan, Rabu (16/4/2025).
BACA JUGA
- Kronologi Terjadinya Ledakan Pemusnahan Amunisi di Garut
- Kadispenad Beberkan Kronologi Lengkap Ledakan Maut di Garut yang Tewaskan 13 Orang
- Tragedi Ledakan Amunisi Kedaluwarsa di Garut: 13 Orang Tewas, Termasuk 4 Prajurit TNI
- Polri Sebut Mahasiswi ITB Minta Maaf dan Menyesal
- Kapolda Lampung Tegaskan Polri Sangat Terbuka dengan Kritikan dan Masukan
Konteks yang disampaikan adalah soal yaitu penegakan hukum di Kabupaten Solok dan Medan. Untuk di Kabupaten Solok, telah terbit Surat Perintah Nomor: Sprin/85/II/2025 yang ditandatangani Komandan Distrik Militer (Kodim) 032/Solok, Letkol Sapta Raharja tertanggal 17 Februari 2025 tentang Penertiban Emas Tanpa Ijin (PETI) yang berada di wilayah Kabupaten Solok, Propinsi Sumatera Barat.
Demikian juga yang terjadi di Medan, prajurit TNI Angkatan Darat (AD) dari Kodam 1 Bukit Barisan menggrebek sebuah gudang berlokasi di Kompleks Pergudangan Harmoni, di Tanjung Selamat, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deliserdang, dan di Kompleks Pergudangan Intan blok 8A, 9A, 10A, 11A, dan 88F, di Jalan Letda Sujono, Tembung, Kota Medan. Penggrebekan itu terkait dengan keberadaan oli palsu berbagai merk yang dilakukan pada Rabu, 19 Februari 2025 dengan menyita serta mengamankan ribuan kotak berisikan oli palsu mencapai lebih dari 30 truk.
Pasalnya, munculnya TNI dalam proses penertiban hukum ini menurut Sugeng rentan sekali mengganggu tatanan hukum dalam penegakan hukum berdasarkan peraturan perundang undangan yang ada.
“Dua peristiwa intervensi aparat TNI dalam penegakan hukum di Kabupaten Solok, Sumatera Barat dan di Medan, Sumatera Utara akan menimbulkan kekacauan dalam aspek tatanan hukum yang benar berdasarkan UU,” tutur Sugeng.
“Selain dapat dinilai sebagai intervensi kewenangan penegakan hukum yang menjadi tupoksi Polri, juga akan berpotensi menimbulkan gesekan antara aparatur negara di lapangan,” sambungnya.
Lebih dari itu, Sugeng yang juga merupakan praktisi hukum ini pun berpendapat bahwa intervensi aparatur TNI dalam proses penegakan hukum juga akan menimbulkan ketidakpastian hukum serta ketidakadilan bagi masyarakat yang menjadi sasaran penertiban. Masyarakat yang menjadi sasaran penertiban tidak dapat membela dirinya secara hukum.
“Karena TNI bukan subjek hukum Praperadilan menurut KUHAP, ketika tindakannya dinilai salah dalam penertiban, dan pengeledahan,” terang Sugeng.
Selain itu, IPW juga menerangkan bahwa tindakan penegakan hukum oleh aparatur TNI ini menimbulkan ketidak pastian hukum karena proses penetiban sampai penggeledahan tidak dapat ditindak lanjuti keproses penuntutan di sidang pengadilan, hal ini disebabkan karena pihak TNI tidak berwenang melakukan permintaan keterangan Pro-Justisia dan melakukan pemberkasan perkara terhadap warga sipil yang diduga melanggar hukum.
“Praktek intervensi penegakan hukum oleh aparatur TNI ini juga berpotensi menyimpang selain hanya mempertontonkan pendekatan kekuasaan saja,” tegasnya.
Bahkan, yang telah dilakukan oleh TNI AD baik di Solok, Sumatera Barat dan di Medan, Sumatera Utara itu telah melanggar dua aturan perundang-undangan yakni pasal 30 UUD 1945, Tap MPR No VII tahun 2000 tentang tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Dalam pasal 2 disebutkan peran Tentara Nasional Indonesia ayat 1 berbunyi Tentara Nasional Indonesia merupakan alat negara yang berperan sebagai alat pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ayat 2 menyatakan bahwa Tentara Nasional Indonesia, sebagai alat pertahanan negara, bertugas pokok menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. Sedang ayat 3 menyatakan bahwa Tentara Nasional Indonesia melaksanakan tugas negara dalam penyelenggaraan wajib militer bagi warga negara yang diatur dengan undang-undang.
Kemudian untuk peran Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam TAP VII/MPR/2000 diletakkan pada pasal 6, dimana ayat 1 menyebutkan bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Ayat 2 menyatakan bahwa dalam menjalankan perannya, Kepolisian Negara Republik Indonesia wajib memiliki keahlian dan keterampilan secara profesional.
Oleh karena itu, Indonesia Police Watch (IPW) menilai bahwa apa yang dilakukan oleh TNI AD di Solok dan Medan bukan wilayah tugas dan perannya dan untuk menjaga tertib hukum di Indonesia maka 2 peristiwa intervensi penegakan hukum oleh aparatur TNI di Solok dan Medan tersebut harus melibatkan dan diserahkan kepada Polri.
“Dengan begitu maka tidak ada tumpang tindih kewenangan dalam menjalankan tugas di masing-masing institusi,” pungkas Sugeng.