JAKARTA – Udara pagi Jakarta, Senin (7/4), kembali diselimuti polusi. Berdasarkan data dari situs pemantau kualitas udara IQAir pada pukul 06.30 WIB, Indeks Kualitas Udara (AQI) DKI Jakarta tercatat di angka 105—angka yang menempatkannya dalam kategori tidak sehat untuk kelompok sensitif.
Kandungan PM2.5 atau partikel halus berukuran 2,5 mikrometer yang berbahaya bagi kesehatan, juga tercatat di angka 36 µg/m³, jauh di atas ambang batas aman yang direkomendasikan WHO.
Namun, pada pukul 07.00 WIB, ndeks Kualitas Udara (Air Quality Index/ AQI) di Jakarta turun ke angka 98.
Di panggung global Delhi, India kembali mencatatkan diri sebagai kota dengan udara terburuk di dunia dengan AQI mencapai 256. Disusul oleh Kathmandu, Nepal (213) dan Lahore, Pakistan (206). Jakarta sendiri berada di peringkat ke-15 kota dengan kualitas udara terburuk pada pagi hari ini.
Menghadapi kenyataan tersebut, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) tidak tinggal diam. Kepala DLH Jakarta, Asep Kuswanto, menyampaikan bahwa Jakarta akan meniru langkah-langkah progresif dari kota besar dunia seperti Paris dan Bangkok.
“Bangkok memiliki 1.000 Stasiun Pemantau Kualitas Udara (SPKU), Paris 400. Jakarta saat ini baru punya 111 SPKU—angka ini sudah naik dari sebelumnya hanya 5 unit,” jelas Asep dikutip dari Antara, Senin (7/4).
Ia menegaskan bahwa jumlah stasiun akan terus ditambah agar pemerintah bisa melakukan intervensi yang cepat dan berbasis data akurat.
Menurutnya, keterbukaan informasi menjadi kunci dalam perbaikan kualitas udara secara menyeluruh. “Bukan hanya intervensi sesaat, tapi kita butuh langkah luar biasa dan berkelanjutan untuk atasi polusi,” tegas Asep.